KPU Sumenep kembali melakukan pemungutan suara ulang (PSU) atau coblosan ulang untuk pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan wakil Bupati.
PSU tersebut dilakukan KPU setelah ada rekomendasi dari Bawaslu karena diduga ada beberapa pemilih fiktif. Seperti pemilih yang sudah meninggal dunia, ternyata ada di DPT dan bahkan ikut mencoblos.
Pelaksanaan PSU disambut antusias ratusan pemilih. Sejak dibuka pukul 07.00 WIB, para pemilih sudah mulai banyak yang antre untuk menggunakan hak pilihnya di TPS 03 Desa Pamolokan, Kecamatan Kota Sumenep.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah pemilih di TPS ini ada 539, yang terdiri dari 264 pemilih laki-laki dan 275 pemilih perempuan. Pada pemungutan 27 November 2024 kemarin, perolehan suara masing-masing calon yakni Paslon Gubernur-Wagub Jatim nomor urut 1 Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim mendapat 28 suara.
Lalu, paslon nomor urut 02 Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak mendapat 287 suara dan paslon 03 Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta mendapat 89 suara.
Sedangkan Calon Bupati Sumenep nomor urut 01 Ali Fikri-Unais Ali Hisyam mendapat 62 suara dan paslon 02 Achmad Fauzi Wongdojudo-KH Imam mendapat 437 suara.
Komisioner KPU Sumenep, Farid mengatakan, keputusan pemungutan suara ulang dilakukan setelah KPU melakukan kajian memverifikasi rekomendasi Bawaslu. Ternyata, memang benar ada temuan yang sudah memenuhi syarat untuk dilakukan pemungutan suara ulang.
"Sudah dianggap memenuhi syarat untuk kita melakukan PSU setelah kita melihat surat rekomendasi dari Bawaslu untuk melakukan PSU," kata Farid, Rabu (4/12/2024).
Salah satu temuan dari Bawaslu, terdapat beberapa pemilih yang diduga fiktif. Seperti pemilih meninggal dunia dan pemilih yang sedang ada di luar daerah saat pemungutan suara, namun absennya ternyata hadir dan mencoblos.
"Informasinya ada seperti itu (ada pemilih sudah meninggal tapi di TPS hadir dan mencoblos), cuma kami tidak mendalami itu," kata Farid.
Menurut Farid, terkait kemungkinan ada pemilih sudah meninggal dunia tapi masih terdaftar di DPT itu sangat mungkin. Sebab, pemilih yang sudah meninggal untuk bisa dihapus dari DPT, harus ada bukti surat atau akta kematian dari pihak terkait dan KPU daerah tidak bisa langsung menghapus karena data DPT itu ditetapkan oleh KPU Pusat.
"Kalau orang itu meninggal kita tidak bisa menghilangkan datanya kalau tidak ada akta kematian atau rekomendasi dari desa kita tidak bisa mengeluarkan atau mungkin itu tidak ada surat kematian, makanya tidak bisa kita keluarkan karena itu dari dari RI," imbuhnya.
Untuk mengantisipasi adanya pemilih fiktif terulang lagi, pada pelaksanaan PSU kali ini, setiap pemilih diwajibkan menunjukkan KTP asli ke panitia.
(irb/hil)