Debat publik pertama Pilbup Ponorogo digelar di Gedung Kesenian Ponorogo. Paslon 01, Ipong Muchlissoni (Ipong) dan Segoro Luhur Kusumo Daru (Luhur) membahas monumen Reog dalam debat tersebut.
Ipong mengatakan pihaknya tidak pernah mengatakan tidak setuju soal pembangunan Monumen Reog. Ipong justu mengatakan pembangunan Monumen Reog malah bagus karena bisa jadi ikon baru untuk Ponorogo.
"Pembangunan Monumen Reog saya tidak pernah tidak setuju, pembangunan Monumen Reog itu bagus, itu akan jadi ikon baru Ponorogo. Tapi masalahnya adalah pembangunan monumen itu menelan biaya cukup besar. Lha ketika menelan biaya cukup besar itu kemampuan APBD kita cukup apa tidak," tutur Ipong di tengah sesi debat, Rabu (23/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ipong menambahkan prioritas utama masyarakat terutama kebutuhan mendasar salah satunya adalah jalan dan pupuk. Semestinya pembangunan Monumen Reog, kata Ipong, uangnya diambil dari pusat. Contoh, saat Ipong menjabat bupati, dia berhasil membangun Pasar Legi dengan menggunakan APBN melalui program dari Kementerian Perdagangan.
"Saya membangun Pasar Legi serupiah pun tidak pakai APBD semua dana dari kementerian perdagangan," tukas Ipong.
Sementara untuk mendapatkan status warisan budaya tak benda untuk Reog dari UNESCO butuh syarat yaitu pelestarian. Bagaimana melestarikan burung meraknya, melestarikan pemain Reognya. Itu yang harus diutamakan.
"Tadi saya sudah mengatakan bukan tidak setuju pembangunan monumen reog. Tapi konteks saat ini dimana APBD kita terbatas, sudah prioritaskah membangun Monumen Reog?, apalagi itu tidak ada hubungannya dengan syarat Reog masuk warisan budaya tak benda dari UNESCO," papar Ipong.
Ipong yang berpasangan dengan Luhur kader Gerindra itu menambahkan pembangunan Monumen Reog tidak seharusnya dibebankan ke APBD. Lantaran, APBD Ponorogo yang hanya Rp 2,3 Triliun itu sudah lebih dari 50 persen untuk memenuhi belanja dasar, terutama belanja pegawai, kemudian bidang kesehatan dan pendidikan.
"Contoh, jaman saya kader Posyandu dapat insentif, sekarang tidak ada. Alasannya karena tidak punya anggarannya, padahal kalau tidak punya uang kenapa bisa bangun Monumen Reog," ungkap Ipong.
Ipong menegaskan dia bukannya tidak setuju dengan pembangunan Monumen Reog. Namun perlu melihat skala prioritas. Untuk melestarikan Reog, Ipong mengaku sudah mewajibkan desa menggelar Reog serentak setiap tanggal 11 di setiap bulan.
Ini untuk menumbuhkan pemain Reog, seperti pembarong bisa tambah, jatil bisa tambah, penyelompret bisa tambah. Karena serentak, jumlah pemain yang bisa Reog jadi bertambah.
"Ini memang saya bebankan ke desa, tapi kan untuk kemaslahatan bersama. Karena semua orang suka Reog. Kalau proses gebyakan itu dianggap membebani bisa kita anggarkan Rp 3 juta. Daripada membebani desa untuk kepentingan nyawer, itu jauh lebih buruk daripada yang membebani untuk kepentingan umum," ungkap Ipong.
Di bidang kesehatan, lanjut Ipong, dokter Ponorogo hanya ada 200 an orang. Oleh kubu sebelah, bagaimana caranya 1 dokter mendatangi 1 keluarga.
"Untuk memberikan layanan terintegrasi, layanan primer bisa dilakukan dengan posyandu maupun ambulans desa," kata Ipong.
Disinggung soal pertanian, masalah Pupuk Organik Cair (POC), menurut Ipong ini bukan soal peningkatan produktivitas semata tapi juga untuk mengembalikan kesuburan tanah sehingga ketergantungan dengan pupuk kimia bisa dikurangi.
"POC untuk petani di Ponorogo tidak hanya peningkatan produktivitas tapi juga mengurangi kebutuhan pupuk kimia. Apalagi peningkatan produk pupuk kimia tidak sebanding dengan jumlah petani kita sehingga kelangkaan pupuk subsidi terus terjadi," tandas Ipong.
Ditanya soal program umrah untuk kiai kampung dan marbot, menurut Ipong program itu realistis. Karena jumlah masjid dan musala di Ponorogo ada 4.600, jumlah itu akan lunas jika setiap tahun dianggarkan Rp 10 - 15 Miliar.
Namun ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengikuti program ini, di antaranya masjid berusia lebih dari 5 tahun, kiai termasuk warga tidak mampu, bisa mengimami salat dua kali, dan tidak menerima honor atas kekiaiannya.
"Jadi tinggal niat pemerintahnya, mau apa tidak mengumrahkan kiai kampung," jelas Ipong.
Di akhir debat, Luhur yang juga kader Gerindra mengingatkan tentang adanya bonus demografi usia produktif di Ponorogo. Untuk mewujudkan Ponorogo maju, kesempatan itu terbuka lebar.
"Ingat kesempatan ini hanya datang 1 kali, mari kita kerja keras, kerja cerdas berani melakukan terobosan lompatan untuk memajukan Ponorogo tercinta. Tujuan kami untuk ikut Pilkada, untuk memenangkan kepentingan masyarakat Ponorogo. Saya sangat bangga menjadi bagian dari perjalanan Ponorogo untuk maju," kata Luhur.
(abq/iwd)