Masing-masing paslon peserta Pilgub Jatim 2024 punya program di bidang kesehatan. Pengamat Kesehatan dr Gina Noor Djalilah SpA menilai ada salah satu program kesehatan yang lebih komprehensif.
Seperti termuat dalam program yang tercatat di KPU Jatim, Paslon nomor urut 1 Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim ingin menyediakan jaminan kesehatan kelompok rentan dan difabel didukung pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau di rumah sakit dan puskesmas wilayah kepulauan dan terpencil.
Paslon nomor urut 2 Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak ingin mengoptimalkan akses layanan kesehatan ke seluruh masyarakat Jatim melalui berbagai pendekatan, mengusahakan tercapainya UHC, dan memastikan kemudahan akses layanan kesehatan primer dengan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan bagi kader kesehatan dan pos kesehatan desa.
Sedangkan paslon nomor urut 3 Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta memiliki program kesehatan di antaranya pemerataan dan peningkatan akses layanan kesehatan universal sehingga semua kabupaten kota memenuhi UHC / Universal Health Coverage (BPJS Kesehatan gratis berbasis KTP).
Selain itu, peningkatan kualitas dan pemerataan penyediaan sarana-prasarana pelayanan kesehatan primer dan rujukan, termasuk ketersediaan RS dan dokter di seluruh Jawa Timur, pencegahan dan pengendalian penyakit melalui pemberdayaan masyarakat dan imunisasi dasar lengkap dengan pendekatan budaya.
"Dari tiga program yang lebih komprehensif yang ketiga (Risma-Gus Risma) karena kita bicara tentang pemerataan fasilitas kesehatan, sarana berobat. Nomor satu fokus pada daerah terpencil, dari dulu sampai sekarang daerah terpencil sangat terbatas. Makanya program ketiga dia penyebaran bagaimana ada di semua kabupaten/kota dan itu bagus," kata dr Gina saat dihubungi detikJatim, Jumat (18/10/2024).
Sebagai dokter, dr Gina mengaku cukup memperhatikan fasilitas kesehatan (faskes) di kabupaten. Menurutnya, hanya sedikit yang menangani fasilitas kesehatan terarah, pun dengan kelengkapan sarana prasarana.
"Terpenting pemerataan ada dan tahu ketika memang di faskes pertama tidak bisa menangani, paling tidak bisa melakukan tindakan awal dulu untuk kegawatdaruratan, kemudian dirujuk berjenjang. Memang harus ada di setiap kabupaten/kota. Tidak hanya di kabupaten/kota, tapi daerah terpencil di kepulauan juga ada," jelasnya.
Menurutnya, pada program pemerintah tentang posyandu, puskemas pembantu (Pustu), SDM tenaga kesehatan yang ditempatkan di Pustu dirasa belum optimal. Misalnya, Puskesmas punya beberapa Pustu, ada yang optimal datang rutin, ada yang tidak.
"Mungkin karena akses ke pedesaan terlalu jauh (yang tidak optimal), bisa rutin, bisa tidak. Di balik dari SDM terbatas, otomatis yang diperlukan bagaimana tenaga kesehatan bisa mendapatkan kesejahteraan untuk dia dikirim sampai ke pedalaman, Pustu pelosok keamanannya terjamin atau tidak, berapa value yang bisa didapatkan sebagai tenaga kesehatan," jelasnya.
"Karena kesejahteraan tenaga kesehatan menurut saya di Indonesia, Jawa Timur masih rendah. Tenaga kesehatan itu bekerja ikhlas, di balik ikhlas kita juga bekerja secara profesional, kesejahteraan tenaga kesehatan juga harus diperhatikan," tambahnya.
Menurutnya, bila ada program tenaga kesehatan atau SDM hang dikirim ke daerah terpencil untuk memberikan pertolongan ke masyarakat pedesaan, akan memberi kemudahan tenaga kesehatan yang sedikit.
Baginya ada tiga hal penting yang harus diperhatikan. Yakni sistem alur kebijakan pemerintah, bagaimana faskes dan sarana kesehatan, dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
"Sistem alur yang bisa mencakup ke semua area, bagaimana jenjang sarpras, dan SDM. Tiga itu paling penting. Sistem alur kebijakan harus jelas, kalau dibikin banyak faskes 1, 2, 3 tapi alurnya tidak jelas, mereka juga akan kelimpungan sendiri. Pemetaan pemerintah harus punya kebijakan, daerah ini terlalu banyak, daerah sana kosong, itu juga bisa menjadi salah satu strategi agar cakupan jarah akses masyarakat ke faskes terjangkau," pungkasnya.
Simak Video "Video: Tutup Debat Jatim, Ini Janji Luluk-Lukman"
(dpe/iwd)