Pilkada serentak tahun 2024 memasuki tahap kampanye. Pada masa kampanye ini muncul isu tentang jual beli rekomendasi partai politik yang menjadi perbincangan, yang salah satunya diduga dilakukan Partai Gerindra terhadap sejumlah pasangan calon.
Pengamat Politik Universitas Negeri Surabaya Mubarok Muharram mengatakan bahwa isu tentang jual beli rekomendasi parpol dengan harga fantastis itu menjadi hal yang umum.
Bahkan dirinya menyebutkan bahwa informasi ini bisa didapatkan dari calon kepala daerah yang bersangkutan. Dia menilai praktik ini jelas merugikan dalam proses demokrasi yang sehat hingga membentuk praktik politik berbiaya mahal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bagi saya jelas merugikan untuk menciptakan praktik politik sehat karena pertimbangan parpol mengusung kandidat itu siapa yang berani bayar mahar. Kemudian calon terpilih harus mengembalikan modal secepat mungkin dengan cara apapun," ujar Mubarok saat dihubungi detikJatim, Jumat (27/9/2024).
Akibat praktik jual beli rekomendasi ini, partai politik cenderung sudah tidak mempertimbangkan lagi kualitas, integritas, maupun track record dari paslon yang akan diusung di Pilkada Serentak.
Seperti yang dilakukan Partai Gerindra. Tahun ini parpol itu mengusung Karna Suswandi-Khoirani di Pilbup Situbondo 2024. Padahal Karna Suwandi telah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemkab Situbondo periode 2021-2024.
"Itu menjadi keprihatinan ketika yang bermasalah secara hukum lalu dicalonkan oleh partai politik walaupun mereka bukan kader. Karena salah satu pertimbangannya mereka bisa membeli rekom dari partai," tutur Mubarok.
Lebih jauh, isu pencalonan sosok yang tengah bermasalah dengan hukum di Pilkada Serentak ini dikhawatirkan juga melibatkan aparat penegak hukum (APH). Terutama karena ada aturan tertentu tentang masa hukuman bagi paslon yang boleh diusung.
"Aturannya terpidana bisa dicalonkan sebagai kepala daerah kalau ancaman hukumannya di bawah 5 tahun. Jika ada keterlibatan APH ini bentuknya mungkin akan memainkan ancaman hukuman, misal yang harusnya terancam pidana 5 tahun menjadi 4 tahun sehingga bisa mencalonkan," kata Mubarok.
(dpe/iwd)