Seolah dejavu, Pilbup Ponorogo tahun ini menghadirkan pertarungan sengit antara dua petahana. Petahana saat ini, Sugiri Sancoko akan berhadapan langsung dengan mantan bupati yang juga merupakan petahana, Ipong Muchlissoni. Kedua kandidat ini telah lama dikenal dalam politik lokal dan memiliki rekam jejak yang cukup berpengaruh di masyarakat Ponorogo.
Petahana Sugiri Sancoko menggandeng sang wakil, Lisdyarita. Sedangkan rivalnya, mantan bupati Ipong Muchlissoni menggandeng Segoro Luhur Kusumo Daru.
Paslon Sugiri-Lisdyarita didukung oleh sembilan parpol, yakni PKB, PDIP, Golkar, Demokrat, PKS, PPP, Gerindra, Perindo dan Gelora. Sedangkan Ipong-Luhur mendapat dukungan tiga parpol, yakni NasDem, PAN dan PBB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persentase suara sah yang mendukung bapaslon setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), bapaslon Giri mendapat 73 persen. Sedangkan bapaslon Ipong mendapat 27 persen," tutur Komisioner KPUD Ponorogo, Arwan Hamidi kepada detikJatim, Jumat (30/8/2024).
Menurutnya, setelah pendaftaran ini, kedua bapaslon harus mengikuti tes kesehatan sesuai jadwal yang diberikan. Setelah itu, hasilnya akan disampaikan pada tanggal 5 September untuk verifikasi administrasi.
"Kedua bapaslon syarat pencalonan sudah lengkap semua. Tinggal hasil kesehatan nanti apakah calon bisa menjalankan tugasnya nanti atau tidak, kita berharap semua calon mampu (menjalankan tugas)," ungkap Arwan.
Sementara itu, pengamat politik di Ponorogo, Murdianto menambahkan, kedua rival yang kembali bertarung untuk menjadi orang nomor satu di Ponorogo ini seperti dejavu. Lantaran, tahun 2020 lalu, keduanya pernah bertarung dan dimenangkan oleh Sugiri.
Pada 2020, petahana Ipong Muchlissoni bersama wakilnya Bambang Tri Wahono berhadapan dengan penantangnya, Sugiri Sancoko dan wakilnya Lisdyarita. Sedangkan pada Pilbup 2024 ini, keduanya kembali bertarung.
"Dari sisi partai pendukung, tentu Sugiri-Lisdyarita mendapatkan dukungan lebih banyak, tentu Ipong-Luhur perlu bekerja keras," imbuh Murdianto.
Disinggung siapa yang lebih unggul antara dua calon tersebut, menurut Murdianto, Ponorogo punya kekhasan. Survey atau anomalinya baru terbaca seminggu terakhir menjelang hari H.
Hal itu sangat tergantung konsolidasi masing-masing pasangan, kemampuan mengelola sumberdaya, serta manajemen opini publiknya.
"Saya kira keduanya sosok berpengalaman, pernah menjadi bupati, berpengalaman dalam tata kelola kewilayahan," beber Murdianto.
Menurutnya, kedua calon ini sudah mumpuni dan hafal dengan seluk beluk pemerintahan Ponorogo. Keduanya juga harusnya sudah paham dengan kebutuhan masyarakat di era pemerintahannya.
"Saya kira Ponorogo memerlukan sentuhan, penguatan dan pemberdayaan dari kawasan pinggiran (periferal) dan menjadikan kota sebagai kawasan bagi bertemunya potensi-potensi lokal dengan jejaring nasional maupun global, baik pada sektor ekonomi, sosial, kebudayaan dan pendidikan serta sektor lain," pungkas Murdianto.
(hil/iwd)