Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kampanye pilkada bisa dilakukan di kampus, jika mendapat izin dan tanpa menggunakan atribut kampanye. Pakar meminta aturan kampanye dipertegas untuk tetap menjaga independensi kampus itu sendiri.
"Pertama saya ingin mengapresiasi putusan MK soal kampanye pilkada bisa masuk di kampus. Ini menurut saya independensi bukan berarti tidak boleh memasukkan proses-proses politik di area kampus," ujar Pakar Politik Universitas Brawijaya (UB), Profesor Anang Sujoko kepada detikJatim saat dikonfirmasi, Jumat (23/8/2024).
Anang justru menilai dengan kampus diizinkan sebagai lokasi kampanye dalam proses pilkada serentak nanti, posisi kampus bisa dengan baik menguji para kandidat yang maju di pilkada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dalam proses debat saat masa kampanye, yang nantinya dapat menguji berjalannya proses demokrasi.
"Dengan diizinkannya kampus bisa memastikan dengan independensi bisa secara fair menguji para kandidat. Artinya terbuka dalam proses kampanye, debat dan macam-macam maka itu sesuatu yang sangat bagus dalam menguji proses demokrasi itu sendiri," ujar dosen FISIP UB ini.
Anang berharap dengan kampus diizinkan sebagai obyek kampanye, maka harus diikuti dengan aturan yang jelas dan tegas. Jangan sampai kemudian independensi kampus justru ternodai. Karena adanya afiliasi dengan kandidat tertentu.
"Aturan-aturan selanjutnya tetap harus dibuat yakni jangan sampai kemudian independensi kampus itu ternodai oleh gerak atau terafiliasi gerak penguasa di kampus yang berafiliasi kepada calon tertentu. Artinya harus ada sebuah regulasi atau kebijakan yang membuka secara fair kepada semua kandidat," harapnya.
"Intinya harus ada keterbukaan, ada fairness, dan berkaitan masalah tata krama dengan kampus itu sendiri. Seperti kita ketahui seperti mahasiswa bertanya ya tetap harus menjaga tata krama di dalam ranah publik itu," sambungnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan terhadap UU Pilkada yang mengatur tentang larangan kampanye Pilkada di perguruan tinggi. MK menyatakan kampanye dapat dilakukan di kampus jika mendapat izin dan tanpa menggunakan atribut kampanye.
Dilansir detikcom, gugatan itu diajukan oleh dua orang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yakni Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria. Sidang putusan perkara nomor 69/PUUXXII/2024 itu digelar di Gedung MK.
Berkenaan dengan 'larangan menggunakan tempat pendidikan' yang diatur dalam Pas 280 ayat 1 huruf h UU 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan bagi tempat pendidikan. Sebagaimana dinyatakan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilihan umum," kata hakim MK M Guntur Hamzah di persidangan.
Hakim menyatakan pengecualian larangan kampanye di kampus dimaksudkan untuk memberikan kesempatan civitas akademika menjadi lokomotif penyelenggaraan kampanye. Menurut hakim, kampanye di kampus juga berarti membuka kesempatan kampanye dialogis secara lebih konstruktif di tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis.
(mua/fat)