Saat melancong ke ujung barat Jawa Timur tepatnya di Bojonegoro, ada jajanan khas yang mirip semprong bernama ledre. Bahkan saking populernya cemilan ini, sampai-sampai kabupaten ini mendapat julukan Kota Ledre.
Dilansir dari situs resmi Bagian Protokol & Komunikasi Pimpinan Pemkab Bojonegoro, ledre banyak diproduksi di daerah Padangan. Dengan ketebalan setipis kertas dan teksturnya yang renyah, makanan ringan ini sangat cocok dijadikan teman ngopi maupun ngeteh.
Sejarah Ledre Bojonegoro
Jajanan khas Bojonegoro ini rupanya sudah ada sejak zaman penjajahan. Perjalanan panjang cemilan ini menjadi saksi bisu bagaimana kondisi Indonesia menjelang kemerdekaan. Kisahnya bermula pada 1943 saat masa peralihan penjajahan nusantara dari Belanda ke tangan Jepang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses ini membuat tatanan kehidupan bumiputera benar-benar memprihatinkan. Bak emas, bahan makanan menjadi barang yang sangat langka kala itu, sehingga hampir seluruh masyarakat mengalami kelaparan.
Uang pun menjadi tak ada nilainya saat itu, karena memang tak ada kebutuhan pokok yang bisa dibeli. Kondisi yang sangat mengenaskan dialami penduduk miskin, saat ada bahan makanan yang tersedia, mereka hanya bisa gigit jari sebab tak punya uang untuk membeli.
Sulitnya kondisi kala itu memaksa masyarakat memutar otak untuk bertahan hidup. Tumbuhan yang ada di sekitar menjadi cara untuk bertahan hidup. Misalnya saja, hati batang tanaman pisang atau ares pisang yang biasanya hanya menjadi limbah, pada masa itu diolah untuk menggantikan nasi.
Kreasi-kreasi 'kere hore yang penting kenyang' terus dilakukan penduduk dengan memanfaatkan apapun yang ada di sekitar mereka. Termasuk yang dilakukan seorang wanita keturunan Tionghoa bernama Mak Min Tjie.
Kala itu, ia mencoba membuat makanan dengan bahan tepung beras dan campuran gaplek. Dua bahan ini diencerkan, lalu dicetak dengan wajan besar berbahan tembaga. Pembuatannya dilakukan dengan cara diedre-edre, atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih seperti diorak-arik tidak karuan.
Lama kelamaan, makanan yang dibuat Tjie disebut sebagai ledre. Putri Mak Min Tjie sekaligus generasi kedua pembuat ledre, Seger menuturkan dulunya ledre dibuat hanya dengan empat bahan, yaitu tepung beras, gaplek, garam, dan santan yang diencerkan.
Sebelum berbentuk seperti sekarang, dulunya ledre hanya dibiarkan seperti lembaran. Kemudian setelah dicetak menggunakan wajan besar, camilan ini dilipat menjadi dua dan berbentuk setengah lingkaran.
Mak Min Tjie membuat olahan ini juga untuk dijual. Pada masanya, ia menjajakan ledre yang dilapisi kertas, lalu diikat dengan gedebog pisang. Sambil menenteng keranjang, ia berkeliling menawarkannya kepada penduduk. Karena mudah melempem, Tjie tak pernah membuat jajanan ini dalam jumlah banyak.
Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, ledre sudah mengalami perkembangan rasa. Jika sebelumnya hanya rasa gaplek, kini bertambah menjadi aneka rasa seperti pisang, pandan, dan cokelat. Bahkan buah-buahan seperti strawberry, melon, nangka, dan durian juga menjadi variasi rasa dari makanan ringan ini.
Bentuknya yang semula setengah lingkaran, kini berubah menjadi gulungan seperti semprong. Ada juga variasi bentuk lain seperti ledre dompet mini.
Menurut Seger, ledre pernah mengalami masa jayanya di era 1970-1980-an. Kemudian, pamor makanan khas Bojonegoro ini sempat menurun. Lalu mulai 2000-an, camilan renyah ini kembali digandrungi masyarakat hingga saat ini.
Sebagai keturunan Mak Min Tjie, Seger sempat gundah gulana karena banyak orang yang mengaku sebagai pencipta ledre. Padahal sudah jelas penemu pertama jajanan ini adalah ibunya.
Tak sekadar camilan ringan pendamping teh atau kopi, ledre rupanya menyimpan nilai historis yang begitu besar. Makanan ini bisa mengingatkan tentang sejarah panjang perjuangan rakyat Indonesia menuju kemerdekaan.
Kesederhanaan jajanan ini juga dapat menjadi refleksi bangsa ini pernah didera kemiskinan dan kelaparan yang amat parah saat masa penjajahan. Upaya masyarakat Bojonegoro melestarikan ledre juga menjadi penanda kecintaannya terhadap warisan kuliner lokal.
Resep Ledre Bojonegoro
Camilan ini juga bisa dibuat sendiri di rumah. Pisang menjadi rasa yang saat ini paling umum dibuat menjadi ledre. Inilah bahan dan cara membuat ledre khas Bojonegoro.
Bahan:
- 250 gram tepung ketan
- 1 butir kelapa agak muda, parut kasar
- 5 buah pisang raja, remas-remas hingga lumat
- 250 ml air putih
- 1 sendok teh garam
- 100 gram gula
- Β½ sendok teh vanili
- gula pasir secukupnya
- mentega secukupnya
Cara Membuat Ledre Pisang
- Larutkan gula, garam, dan vanili dengan merebusnya dengan 250 ml air putih.
- Setelah larut, masukkan parutan kelapa muda. Aduk hingga tercampur lalu matikan api.
- Saat masih panas, masukkan 250 gr tepung ketan dan aduk sampai menjadi adonan kental.
- Panaskan wajan anti lengket, olesi sedikit mentega.
- Beri dua sendok adonan, tekan-tekan menggunakan punggung sendok hingga setipis mungkin.
- Ratakan 1-2 sendok pisang yang sudah dilumatkan di atas adonan.
- Taburi gula pasir secukupnya lalu tutup wajan.
- Jika bagian bawah sudah berkerak kecokelatan, gulung ledre lalu sisihkan.
- Ulangi hingga semua adonan habis.
- Ledre pisang Bojonegoro siap dijadikan teman ngopi.
Tips dan Trik Ledre Pisang Buatan Rumah Makin Enak
- Gunakan pisang raja yang sudah benar-benar matang.
- Kerok kulit ari pada kelapa sebelum diparut.
- Gunakan tepung ketan yang digiling agak kasar, bukan yang lembut.
- Takaran tepung ketan bisa ditambahkan atau dikurangi sesuai tingkat kekeringan tepung, sehingga patokannya adalah adonan sudah pas kekentalannya.
Artikel ini ditulis oleh Ardian Dwi Kurnia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/dte)