Jika berkunjung ke Ponorogo, orang biasanya berburu sate ayam. Namun, kuliner sate yang tersohor di Ponorogo ternyata bukan cuma sate ayam. Di Kota Reog itu juga ada penjual sate kuda.
Ya, detikers tidak sedang salah membaca kok. Kuda yang biasanya dipakai untuk menarik delman maupun dipakai untuk perlombaan, justru diolah menjadi kuliner yang sedap.
Penjual kuliner esktrem sate kuda di Ponorogo adalah Putut Wibisono. Tempat makan bernama Depot 12 itu berada di Jalan Dieng nomor 15. Putut tak hanya menjual menu sate. Ada olahan masakan lain berbahan baku kuda, antara lain tongseng, rica-rica, hingga gule daging kuda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Asal-usul Sate Ponorogo hingga Resepnya |
Warung milik Putut buka mulai jam 12 siang hingga jam 8 malam. Tempatnya mudah dijangkau dari Alun-Alun Ponorogo ke arah timur, sekitar 1 kilometer atau hanya 3 menit.
detikJatim menyambangi warung tersebut, Selasa (27/9/2022) siang. Saat datang ke sana, Putut sendiri yang membakar sate di depan warungnya. Tangannya begitu lincah membolak-balikkan sate agar bumbunya meresap dan tidak gosong. Dia juga terlihat telaten, membumbui sate kuda tersebut.
Putut mengeklaim, saat ini penjual sate kuda di Ponorogo cuma dirinya. Dulu, kata Putut, ada 5 warung lain yang menjajakan sate kuda. Mereka tersebar di Mangusuman, Pasar Legi Songgolangit, Balong, Jetis, dan Sumoroto. Namun, warung-warung lainnya akhirnya tutup dengan berbagai alasan.
"Di Ponorogo tinggal satu-satunya warung yang jual sate kuda, cuma saya," kata Putut.
Saat Putut membakar sate, aroma asapnya persis seperti sate-sate lainnya. Menggugah selera. detikJatim pun berkesempatan mencicipi kuliner ekstrem ini. Bumbunya juga hampir sama, didominasi kacang dan kecap. Putut menambahkan cacahan kubis dan irisan tomat sebagai penyeimbang rasa manis.
Daging kuda sendiri punya aroma yang khas. Mirip dengan kambing, namun aromanya lebih kuat. Saat digigit, dagingnya terasa lebih alot daripada kambing maupun sapi. Namun, tetap mudah dikunyah.
Putut mengakui bahwa usaha warungnya juga mengalami pasang surut. Buka sejak 2007, Putut bukannya tanpa cobaan. Kesulitan utama warung sate kuda adalah mencari bahan baku.
"Sekarang bahan baku daging kuda itu sulit, kalau tidak ada koneksi kuat. Susah bertahan," ungkap Putut.
Dia sendiri mendapatkan kuda dari Gresik. Putut membelinya dalam kondisi hidup. Kemudian kuda dibawa ke Ponorogo untuk dipotong dan dijual. Selain melayani olahan daging kuda, dia juga menjual daging kuda mentah.
"Daging mentah Rp 200 ribu per kilogram, kalau torpedo saya jual Rp 250 ribu per kilogram," imbuh Putut.
Putut memilih tetap bertahan dengan warung sate kuda karena menganggap usahanya tersebut unik dan berbeda. Kuda yang diolah menjadi masakan adalah kuda afkir atau kuda yang sudah tidak produktif.
"Kalau kuda produktif kan bisa Rp 25 juta per ekor, kalau afkir kan harganya lebih murah, Rp 15 juta. Selisihnya Rp 10 juta," lanjut Putut.
Untuk satu porsi sate, berisi 12 tusuk dibanderol seharga Rp 25 ribu. Sedangkan tongseng, rica-rica, dan gule dibanderol Rp 15 ribu per porsi.
"Kalau kuda pacu biasanya saya dapat 120 kilogram daging, kalau kuda biasa sekitar 90 kilogram daging," tukas Putut.
(hil/dte)