Babak Baru Kasus Korupsi Kolam Pelabuhan Pelindo Jerat 6 Tersangka

Round Up

Babak Baru Kasus Korupsi Kolam Pelabuhan Pelindo Jerat 6 Tersangka

Amir Baihaqi - detikJatim
Jumat, 28 Nov 2025 08:19 WIB
Petinggi Pelindo dan petinggi PT APBS ditahan Kejari Tanjung Perak Surabaya.
Petinggi Pelindo dan petinggi PT APBS ditahan Kejari Tanjung Perak Surabaya. (Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim)
Surabaya -

Kasus dugaan korupsi pemeliharaan dan pengusahaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak memasuki babak baru. Kejaksaan akhirnya menetapkan dan menahan 6 tersangka dari PT Alur Pelayaran Barat Surabaya dan Pelindo.

Kepala Kejari Tanjung Perak Surabaya Darwis Burhansyah mengatakan penetapan tersangka per Kamis (27/11/2025). Ini setelah pihaknya telah memperoleh alat bukti yang cukup.

"Sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP dan setelah dilakukan ekspose atau gelar perkara, kami telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemeliharaan dan pengusahaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak oleh PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3 bersama-sama dengan PT Alur Pelayaran Barat Surabaya Tahun 2023 sampai dengan Tahun 2024," kata Darwis saat konferensi pers di halaman Kantor Kejari Tanjung Perak, Jumat (28/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pantauan detikJatim, keenam tersangka tampak telah mengenakan rompi tahanan keluar dari ruang di Kejari dengan kawalan ketat petugas dan aparat TNI dibawa ke ruang tahanan. Saat dicecar pertanyaan awak media, mereka kompak bungkam dan menuju ke dalam 2 mobil tahanan milik Pidsus Kejari Tanjung Perak.

Para tersangka diketahui berinisial AWB selaku Regional Head PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3, periode Oktober 2021 hingga Februari 2024. Kemudian HES selaku Division Head Teknik PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3 dan EHH selaku Senior Manager Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 3.

ADVERTISEMENT

Selain itu ada F selaku Direktur Utama PT Alur Pelayaran Barat Surabaya periode tahun 2020 hingga 2024, MYC selaku Direktur Komersial, Operasi, dan Teknik PT APBS Periode 2021 sampai 2024, dan DWS selaku Manager Operasi dan Teknik PT APBS Periode 2020 sampai 2024.

Darwis menegaskan keempatnya langsung ditahan. Penahanan dilakukan di Kejati Jatim.

"Guna kepentingan penyidikan, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, karena dikhawatirkan para Tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana, maka para tersangka kami tahan di Rutan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 27 November sampai 16 Desember 2025 di Cabang Rutan Klas I Surabaya pada Kejati Jatim," tuturnya.

Peran para tersangka

Darwis mengatakan salah satu tersangka berinisial EHY dan AWB secara bersama-sama melakukan pemeliharaan kolam pelabuhan Tanjung Perak. Menurutnya, keduanya melaksanakan tugas tanpa surat penugasan baru dari Kemenhub terkait pemeliharaan kolam.

"Tanpa adanya addendum perjanjian konsesi serta tanpa meminta kepada KSOP Utama Tanjung Perak untuk melakukan pemeliharaan kolam Pelabuhan Tanjung Perak sesuai kewajiban dalam perjanjian konsesi," kata Darwis.

Kemudian AWB, HES, dan EHY secara bersama-sama melakukan penunjukan langsung terhadap PT APBS yang menurut Darwis tidak memiliki kemampuan dan kompetensi dalam melakukan kerja keruk.

Penunjukan langsung itu dinilai sama sekali tidak memiliki kapal keruk sebagai sarana dasar dalam melakukan pekerjaan kerja keruk serta memberikan justifikasi PT APBS sebagai Perusahaan Terafiliasi PT Pelindo (Persero).

"Faktanya, PT APBS bukan merupakan perusahaan terafiliasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana pada akhirnya pengerukan kolam pelabuhan Tanjung Perak dikerjakan oleh PT Rukindo yang mempunyai kapal keruk dan merupakan Perusahaan Terafiliasi PT Pelindo (Persero)," ujarnya.

HES dan EHH selanjutnya disebut tengah mengkondisikan HPS/OE sedemikian rupa menjadi Rp 200.583.193.000 atau sekitar Rp 200 miliar. Sehingga, lanjut Darwis, ini memungkinkan PT APBS mengalihkan pekerjaan keruk kolam kepada PT SAI dan PT Rukindo dengan cara yakni menggunakan data tunggal dari PT SAI.

Selain itu, juga menyusun HPS/OE tidak menggunakan Konsultan, dan tidak menggunakan engineering estimated (EE), hingga dengan sengaja membuat Rencana Kerja dan Syarat (RKS) yang memungkinkan PT APBS yang tidak memiliki kapal keruk dapat menjadi calon penyedia yang 'memenuhi syarat'.

"AWB dan HES tidak melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sehingga PT APBS mengalihkan pekerjaan pengerukan kolam pelabuhan," imbuhnya.

Darwis mengungkapkan PT Pelindo (Persero) Regional 3 melakukan pengadaan pengerjaan pengerukan kolam pelabuhan tanpa dilengkapi dokumen KKPRL atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut). Kemudian MYC dan DWS disebut melakukan mark up dalam penyusunan HPS/OE untuk mendekati HPS/OE yang ditetapkan oleh PT. Pelindo (Persero).

"F menyetujui HPS/OE yang telah di mark up dan menggunakannya dalam Surat Penawaran kepada PT Pelindo (Persero) Regional 3. F, MYC, dan DWS tidak melaksanakan pekerjaan pengerukan kolam pelabuhan melainkan mengalihkan pekerjaan pengerukan kolam pelabuhan Tanjung Perak kepada vendor yakni PT SAI dan PT Rukindo," tuturnya.

Sebelumnya, Tim penyidik melakukan penggeledahan kantor PT Pelindo Sub Regional 3 Surabaya. Penggeledahan ini diduga berkaitan dengan kasus proyek pengurukan kolam Pelabuhan Tanjung Perak senilai Rp 196 miliar.

Tak hanya di Pelindo, penggeledahan juga dilakukan di kantor PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS). Kejari Tanjung Perak melibatkan puluhan personel jaksa, tim Adhyaksa Monitoring Centre (AMC), hingga anggota TNI dalam operasi besar ini.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads