Sidang Gugatan Nany Widjaja, Dahlan Iskan & Jawa Pos Kembali Bergulir

Sidang Gugatan Nany Widjaja, Dahlan Iskan & Jawa Pos Kembali Bergulir

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Kamis, 20 Nov 2025 17:45 WIB
Sidang Gugatan Nany Widjaja, Dahlan Iskan, dan Jawa Pos Kembali Bergulir di PN Surabaya
Sidang Gugatan Nany Widjaja, Dahlan Iskan, dan Jawa Pos Kembali Bergulir di PN Surabaya. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan Nany Widjaja terhadap PT Jawa Pos dan Dahlan Iskan memasuki babak baru. Kali ini, sidang berlanjut di PN Surabaya.

Dalam persidangan, PT Jawa Pos menjadi tergugat 1. Mereka mendatangkan Ahli Hukum Bisnis Prof Nindyo Pramono.

Selama persidangan, Nindyo menerangkan sejumlah hal tentang Perseroan Terbatas (PT). Pun dengan pemegang saham hingga perjanjian nominee hingga beneficial owner atau pemilik sebenarnya dan legal owner atau pemilik dalam hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat hadir di persidangan, Nindyo dihadirkan sebagai ahli Hukum Bisnis. Dalam sidang, tim pengacara penggugat, yakni Michael, Billy Handiwiyanto, dan Richard Handiwiyanto mempersoalkan legalitas ahli lantaran sebelum sidang dimulai diketahui ahli sudah purna atau pensiun sebagai pengajar di UGM Yogyakarta.

Namun, kewenangan Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Silvi Yanti Zulfia tetap menilai sah. Sebab, disebut ada ijin pada saat sidang di Ruang Candra PN Surabaya, Rabu (19/11/2025).

ADVERTISEMENT

Pihak tim pengacara Jawa Pos E.L.Sajogo lantas meminta pendapat ahli Nindyo yang mengaku pernah sebagai anggota tim 16 perumus Rancangan Undang-undang (RUU) terkait arti Nomonee. Ia mempertanyakan terkait sebuah pengikat perjanjian Nominee itu seperti apa.

Mendengar hal itu, Nindyo lalu menjelaskan pertanyaan tergugat 1 soal pengertian Nominee. Menurutnya, Nominee adalah seseorang pinjam nama seseorang untuk bertindak dan atas nama.

Lalu, pengacara tergugat 1 lainnya, yakni Kimham Pentakosta meminta pada Nindyo untuk menjelaskan peraturan undang-undang tentang penanaman modal. Menurut Nindyo, aturan itu ditujukan pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PNDM) dan Penanaman Modal Asing (PMA).

"Pasal itu ditujukan kepada PNDM (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan PMA (Penanaman Modal Asing) dalam rangka membuat PT Indonesia untuk kepentingan investasi kemudian mereka membuat perjanjian umum," kata Nindyo saat sidang di Ruang Candra PN Surabaya, Rabu (19/11/2025).

Nindyo lantas menjelaskan terkait UU tentang perseroan terbatas nomor 40 tahun 2007 maupun soal saham yang dipersoal pihak tergugat 2 dari kuasa hukum mantan bos Jawa Pos Dahlan Iskan, yakni Johanes Dipa Widjaja. Menurutnya, dari ketentuan UU PT, ia menganalogikan pasal 7 UU nomor 40 tahun 2007 mengatakan minimal mendirikan PT adalah dua orang.

Usai pihak tergugat mengajukan sejumlah pertanyaan, tim kuasa hukum penggugat Nany Widjaja menyatakan ahli tak berhak mengoreksi pertanyaan dari pihaknya. Begitu pula menyela perdebatan atau pertanyaan yang berlangsung.

"Suatu pemegang saham yang mendapatkan haknya itu harus dibuktikan dengan apa? Berarti ada transaksinya ya kalau penyetoran modal maka buktinya bukti setor? Tapi kalau orang itu mendapatkan haknya atas sahamnya melalui proses jual beli berarti buktinya adalah akte jual beli?," tanya Michael, salah satu pengacara Nany Widjaja.

"Benar, ya dibuktikan dengan penunjukan saham, sebagai saham blangko harus diterbitkan surat saham maka surat saham blangko tidak ada nama orang yang pemegangnya lalu hukumnya apa hukumnya mengacu 1977, orang yang bersangkutan dilegitimasi," sahut Nindyo.

Usai sidang, para tim pengacara penggugat hingga tergugat dan turut tergugat buka suara. Di antaranya tim kuasa hukum Nany Wijaya, yang diwakili Richard Handiwiyanto.

Kepada awak media, Richard menyoroti kompetensi Nindyo sebagai seorang ahli. Menurutnya, Nindyo sudah purna dari akademik dan saat ini berprofesi sebagai seorang pengacara.

"Sehingga keakadamisannya sudah tidak bisa kita bicarakan lagi di sini karena dia sudah berubah dari akademisi menjadi profesional dia sudah menjadi penyelenggara hukum itu sendiri," papar Richard saat dikonfirmasi detikJatim, Kamis (20/11/2025).

Richard menilai apa yang disampaikan ahli dalam persidangan mengejutkan timnya. Lantaran, apa yang disampaikan ahli dianggap berdasarkan penafsiran sendiri dan apabila dikejar penafisrannya juga tak bisa dijawab.

"Dan ketika kita mengutarakan semacam ilustrasi tapi beliau seperti marah menjawabnya. Padahal di persidangan dalam mengajukan pertanyaan, tergugat satu juga mengemukakan ilustrasi tapi bisa dijawab. Giliran kita yang menyampaikan ilustrasi, tapi ahli terlihat jengkel," lanjut Advokat Muda yang menerima Anugerah Figur Akselerator Kemajuan dalam Kategori Advokat Muda Peduli Perlindungan Perempuan dan Anak pada detikJatim Awards 2025 itu.

Richard menerangkan bila keterangan ahli terlihat saham nominee yang mana dalam UU PT jelas diatur bahwa saham nominee dilarang. Pun dalam penjelasan juga dijelaskan adanya penggunaan saham nominee. Serta menyoroti Nindyo yang bersikukuh menjelaskan mengenai penafsiran nominee yang menurutnya tidak dilarang tapi tidak bisa menunjukkan dasar hukumnya.

"Kalau ini dibiarkan maka hukum bisa ditafsirkan sendiri akhirnya tidak ada kepastian hukum. Ahli malah punya pendapat sendiri, atas dasar apa pernyataan tersebut, bahkan dia selalu berdalih termasuk tim 16 (penyusun UU)? Dia hanya satu di antara 16, bukan berarti dia tahu semua dibalik ini. Artinya, dia menafsirkan berbeda dengan apa yang ditulis dan itu dilarang. Ahli juga mengelak menjelaskan mengenai norma dalam frasa kalimat di Undang-undang. Yang artinya memiliki penafsiran sendiri. Namun kami yakin bahwa persidangan ini tidak terikat dengan keterangan ahli," tuturnya.

Sementara itu, kuasa hukum Tergugat 2 Dahlan Iskan, yakni Johanes Dipa Widjaja mengatakan bahwa pihaknya menanyakan ke ahli apa bukti kepemilikan atas saham. Menurutnya, oleh ahli dijawab surat saham dan dalam undang-undang Perseroan Terbatas (PT) yang ada di Indonesia hanya mengenal saham atas nama yakni nama yang tercantum dalam saham tersebut.

"Bagaimana kita tahu siapa pemilik sebuah nama ya dilihat di anggaran dasar dan perubahannya serta termuat di dalam Daftar Perseroan pada kementrian/AHU. Ya sudah selesai," ujar Johanes Dipa.

Johanes menjelaskan apa yang tercantum dalam AHU tak mungkin berbeda dengan apa yang tertuang dalam akta anggaran dasar sebuah PT. Perihal pernyataan Nindyo bahwa perjanjian nominee diperbolehkan, wakil ketua DPC Peradi Surabaya itu mengaku tak setuju dengan pendapat Nindyo. Menurutnya, pendapat tersebut menyesatkan dan tak berdasar dalam hukum, lantaran banyak pendapat mengatakan bahwa nominee merupakan salah satu bentuk penyelundupan hukum dan itu dilarang oleh UU penanaman modal yang secara tegas mengatur dalam pasal 33, bahwa pemilikan saham secara nominee dilarang dan berakibat batal demi hukum.

"Persekutuan kan tidak mungkin sendiri pasti lebih dari satu, sementara ahli mengatakan PT boleh didirikan sendiri itu kan hanya PT dalam skala UMKM. Jadi ada batasan dan larangan. Artinya pendapat ahli bertentangan antara satu dengan yang lain," jelas Ketua Komsa FH Ubaya itu.

Sedangkan, kuasa hukum PT Jawa Pos selaku tergugat satu yakni Eleazar Leslie Sayogo menyebutkan ada 3 poin penting yang disampaikan ahli. Di antaranya ketentuan nominee yang tidak dilarang, orang yang membuat surat pernyataan maka dia yang harus bertanggungjawab atas apa yang dibuatnya sendiri tidak bisa menyangkut pautkan dengan orang lain yang tidak ikut tanda tangan dalam surat pernyataan tersebut, dan fakta bahwa deviden diberikan pada Bu Nany yang dia berikan kepada Jawa Pos secara sukarela tanpa syarat.

"Justru saya yang bertanya pada penggugat kenapa seakan takut dengan keterangan ahli ini, apa mereka menyembunyikan sebuah fakta, atau takut atas fakta yang diungkapkan atau bagaimana," katanya.

Terkait keberatan penggugat tentang kompetensi ahli, Eleazar menilai bahwa itu hanya bentuk ketakutan penggugat. Ia menganggap penggugat menyembunyikan fakta.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads