Sidang Perdana Warga Griyashanta Tolak Jalan Tembus Ditunda

Sidang Perdana Warga Griyashanta Tolak Jalan Tembus Ditunda

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 18 Nov 2025 18:30 WIB
Warga Perumahan Griyashanta, Kota Malang menolak pembongkaran tembok
Warga Perumahan Griyashanta, Kota Malang menolak pembongkaran tembok (Foto: Dok. Istimewa)
Malang -

Sidang perdana gugatan class action warga Perumahan Griyashanta, Kota Malang menolak pembongkaran tembok batas perumahan di PN Malang terpaksa ditunda. Penundaan karena pihak tergugat yakni Pemkot Malang tidak menghadiri agenda sidang perdana hari ini.

Kuasa hukum warga Griyashanta, Kota Malang Wiwid Tuhu Prasetyanto menyatakan, bahwa ketidakhadiran seluruh pihak tergugat membuat agenda persidangan belum bisa dilanjutkan.

"Belum ada hasilnya, karena pihak tergugat dari semua tergugat tidak ada yang datang hari ini," ujar Wiwid kepada wartawan di PN Malang, Selasa (18/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wiwid mengungkapkan, agenda sidang perdana hari ini adalah verifikasi identitas para penggugat, mengingat perkara tersebut diajukan sebagai gugatan class action. Namun proses tidak dapat dilanjutkan karena para tergugat absen.

Wiwid juga menyebut, pihak tergugat dalam perkara ini adalah Wali Kota Malang, Satpol PP, dan Dinas PUPR Kota Malang. "Semua tergugat tidak hadir. Hakim akan mengirimkan panggilan kedua," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Warga Griyashanta sebelumnya melayangkan gugatan, karena menilai Pemkot Malang melakukan perbuatan melawan hukum.

Yakni dugaan proses kebijakan yang tidak transparan dalam rencana pembukaan akses jalan tembus kawasan Griyashanta yang mengharuskan pembongkaran tembok perumahan.

Warga menilai pemerintah kota mengambil keputusan strategis tanpa melibatkan pemilik hunian yang terdampak langsung

Selain itu, kata Wiwid, penilaian pemerintah bahwa jalan tersebut diperuntukkan bagi kepentingan umum dianggap tidak tepat.

"Dari data-data yang ada, tidak terungkap bahwa ini untuk kepentingan umum. Permohonan jalan pun munculnya bukan dari masyarakat umum, tapi ada kepentingan privat dalam perkara ini," tegasnya.

Persoalan ini juga turut memantik perdebatan lama soal status kawasan. Di satu sisi, pemerintah mengklaim sebagian area sudah masuk kategori Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) yang mesti diserahkan sebagai fasilitas umum.

Namun warga Griyashanta menilai klaim tersebut tidak sesuai dengan konteks sejarah pembangunan perumahan. "Warga membeli perumahan ini pada tahun 80-an sebagai kawasan hunian tertutup. Itu prinsip awalnya," kata Wiwid.

Perbedaan interpretasi antara hunian tertutup dan PSU menjadi salah satu titik sengketa yang kini dibawa ke meja hijau.

Menurut Wiwid langkah gugatan class action dipilih karena dinilai lebih cepat untuk memeriksa tindakan konkret pemerintah. Namun Wiwid tidak menutup kemungkinan adanya langkah hukum lanjutan.

"Ada pilihan gugatan PTUN, bahkan opsi menggugat ke instansi pengawas pemerintah yang lebih tinggi. Semua masih terbuka," ujarnya.

Agenda sidang perdana hari ini turut dihadiri warga Griyashanta. Mereka menggelar aksi damai di lapangan PN Malang dengan membentangkan poster bertuliskan penolakan atas rencana jalan tembus.

Gugatan ini bergulir setelah insiden pada 6 November 2025, ketika Satpol PP bersama pasukan gabungan mendatangi lokasi untuk membongkar tembok perumahan.

Namun langkah itu urung dilakukan karena mendapat penolakan warga dan adanya informasi bahwa gugatan hukum telah dilayangkan.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads