Terkuaknya Praktik Lancung Pegawai BPN Gresik dengan Mafia Tanah

Round Up

Terkuaknya Praktik Lancung Pegawai BPN Gresik dengan Mafia Tanah

Amir Baihaqi - detikJatim
Rabu, 24 Sep 2025 07:30 WIB
Adhienata Putra Deva selaku asisten surveyor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gresik saat dipersidangan
Adhienata Putra Deva (kiri) selaku asisten surveyor atau juru ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gresik saat di persidangan (Foto: Jemmi Purwodianto/detikJatim)
Gresik -

Bobroknya sistem kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gresik dalam pengurusan sertifikat hak milik terungkap. Praktik lancung atau tak jujur ini terkuak dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Gresik.

Pasalnya, kasus yang menyeret notaris Resa Andrianto dan Asisten Surveyor Kadastral (ASK) aatau petugas ukur BPN, Adhienata Putra Deva diketahui menggunakan jasa orang dalam atau pegawai BPN.

Dalam sidang yang berlangsung di PN Gresik Senin (22/9/2025) itu, majelis hakim menduga banyak pihak yang terlibat. Sehingga dalam kasus tersebut, korban, Tjong Cien Sing harus kehilangan tanah seluas 2.292 meter persegi di wilayah Manyar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terbongkarnya prakti lancung di BPN ini terungkap setelah sejumlah pertanyaan dilontarkan majelis hakim kepada dua saksi yang dihadirkan JPU (Jaksa Penuntut Umum). Kedua saksi itu yakni Esthi Rahayu selaku verifikator berkas dan Agus Febrianto selaku asisten verifikator yang saat itu bertugas di BPN Gresik pada 2022.

Kepada Hakim, Aris Febrianto mengakui telah menerima berkas dari Deva. Dalam berkas permohonan tersebut, Deva membawa permohonan yang diklaim dari Tjong Cien Sing.

ADVERTISEMENT

"Saya yang pertama kali menerima berkas permohonan mengatasnamakan Tjong Cien Sing. Namun saat itu dibawa oleh terdakwa Deva," kata Febrianto.

Anehnya, Febrianto menyatakan berkas tersebut lolos verifikasi. Padahal tidak diajukan langsung oleh pemohon maupun kuasa pemohon dengan dalih saling percaya saja.

"Saya loloskan karena sudah biasa dan saling percaya," tambahnya.

Menurutnya, hal tersebut sudah biasa dan sering terjadi. Apalagi pada map permohonan terdapat kode khusus bertuliskan nama Budi Riyanto yang saat ini masih menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang).

"Jalur orang dalam, saling percaya saja karena sudah biasa. Ada nama Budi," ungkapnya setelah dicecar Majelis Hakim.

Hal tersebut diakui oleh saksi kedua, Esthi Rahayu. Saat dicecar pertanyaan Majelis Hakim, Esthi mengakui ada beberapa oknum pensiunan BPN Gresik yang masih memiliki akses untuk mengurus sertifikat.

"Yang paling sering ya Budi, cuman saya sudah jarang sekali bertemu," ungkapnya.

Meski demikian, perempuan yang bertugas di BPN Gresik sejak 1995 itu masih berkelit tidak pernah menerima berkas permohonan via jalur orang dalam.

"Saya tidak ikut menandatangani, namun sudah ada kode billing pembayaran berkaitan dengan surat perintah setor," ungkapnya.

Alhasil, berkas tersebut bisa terus diproses hingga berlanjut pada penertiban blangko dan SHM baru. Sialnya, luas tanah justru berkurang hingga merugikan korban Tjong Cien Sing. Esthi baru mengetahui polemik tersebut setelah dipanggil oleh tim penyidik Polres Gresik.

"Kami yang diperiksa polisi juga sudah melapor ke pimpinan. Namun tidak pernah ada sanksi atau evaluasi atas permasalahan itu," ujarnya kepada Majelis Hakim.

Seluruh keterangan tersebut membuat Majelis Hakim geram. Bahkan, menyarankan para saksi segera pensiun.

"Anda kayak gini mending pensiun saja. Karena banyak yang ditutupi, aneh, dan janggal," tegas Hakim Ketua Sarudi.

Hal tersebut merujuk pada peran aktor utama yang memerintahkan berkas tersebut agar bisa tetap diproses. Sehingga, bisa terus bergulir tanpa melalui prosedur.

"Kami ingatkan bahwa sidang masih panjang, jika ada ketidakcocokan fakta dengan saksi lainnya. Kami bisa memerintahkan JPU untuk membuat dakwaan atas keterangan palsu," kata Sarudi.

Hak senada juga disampaikan Hakim Anggota M. Aunur Rofiq. Yang menyoroti kinerja sembrono yang dilakukan pegawai BPN. Lantaran banyak celah maladministrasi yang bisa merugikan banyak pihak.

"Kebetulan saja pihak korban ini melapor, jangan-jangan banyak kasus serupa yang terjadi. Ini mengungkapkan bobroknya kinerja BPN. Saya aja ingin lihat nomor surat tanah susahnya minta ampun, apalagi menjadikan sertifikat tanah. Ini kok mudah," ungkapnya curiga.

Sidang pun ditunda pada Kamis (25/9). Majelis Hakim meminta agar JPU kembali menghadirkan tiga saksi lainnya. "Untuk mengetahui pihak lainnya yang ikut terlibat," pungkasnya.

Diketahui, kasus ini bermula dari pengajuan pengukuran ulang SHM milik Tjong Cien Sieng yang diajukan oleh Budi Riyanto (pensiunan BPN Gresik), yang kini berstatus DPO Polres Gresik. Akibat manipulasi administrasi, luas tanah berkurang dari 32.751 meter persegi menjadi 30.459 meter persegi.

Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 236 ayat (2) junto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang penggunaan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli dan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain.




(auh/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads