Andi Febrianto (25) dituntut 4 tahun bui dan denda Rp200 juta karena menjajakan lady companion (LC) untuk berhubungan intim dengan pria hidung belang. Tak terima dengan tuntutan ini, penasihat hukumnya meminta Andi dibebaskan.
Tuntutan terhadap Andi dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kabupaten Mojokerto, Agus Widiyono sekitar pukul 11.55 WIB. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ivonne Tiurma Rismauli di ruangan Cakra, PN Mojokerto berlangsung tertutup.
Kasipidum Kejari Kabupaten Mojokerto Erfandy Kurnia Rachman menjelaskan, JPU menilai Andi terbukti melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yaitu melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah NKRI.
"Terdakwa kami tuntut 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," jelasnya kepada wartawan, Kamis (11/9/2025).
Penasihat Hukum Andi, Rikha Permatasari mengaku keberatan karena kliennya dituntut bersalah. Menurutnya, fakta-fakta persidangan menunjukkan unsur-unsur Pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO tidak terpenuhi.
Salah satunya dari keterangan saksi yang berjumlah sekitar 12 orang. Terdiri dari kasir, pegawai hotel, supervisor (SPV) Hotel dan Karaoke Puri Indah, serta 6-7 LC. Menurut Rikha, kliennya tidak melakukan pemaksaan kepada para LC untuk melayani pria hidung belang.
"Klien kami sebatas pelayan, dia tak punya kewenangan dalam ranah ini karena bukan pengendali (hotel dan karaoke). Apalagi TPPO bukan ranah perorangan, tapi korporasi, kalau klien kami dituduh, tentu tidak terpenuhi unsur pidananya," terangnya.
Selanjutnya terkait imbalan Rp 100.000 dari LC untuk kliennya. Rikha menilai imbalan tersebut sebatas tips atau komisi yang lazim di lingkungan kerja informal. Bukan keuntungan dari mengeksploitasi perempuan.
"Secara analisis yuridis terdakwa itu bukan pelaku utama, tidak ada peranan dominan. Secara analisis sosial, terdakwa adalah korban sistem," ujarnya.
"Kami akan mengajukan pembelaan 18 September 2025. Majelis hakim kami harapkan membebaskan klien kami. Kalau pun majelis berpendapat lain, mohon klien kami dihukum seringan-ringannya," tandasnya.
Sebelumnya, Andi merupakan pramusaji di Hotel dan Karaoke Puri Indah, Jalan Bypass Mojokerto, Desa Kenanten, Kecamatan Puri. Prostitusi di hotel dan karaoke ini terbongkar ketika tim dari Polda Jatim melakukan penggerebekan pada 27 Februari 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, polisi menggerebek kamar nomor 6 dan 9 Hotel Puri Indah. Di kamar nomor 6, petugas mendapati LC berinisial DRP selesai melayani pria hidung belang berinisial SW.
Sedangkan di kamar nomor 9, petugas memergoki LC berinisial MKN sedang melakukan foreplay kepada tamunya. Dari melayani SW, DRP menerima bayaran Rp1 juta. Sedangkan Andi menerima Rp100.000 dari DRP.
(auh/hil)