PN Malang Vonis Ringan 3 Terdakwa TPPO Calon PMI Ilegal

PN Malang Vonis Ringan 3 Terdakwa TPPO Calon PMI Ilegal

Muhammad Aminudin - detikJatim
Kamis, 11 Sep 2025 12:15 WIB
Ketiga terdakwa TPPO saat menghadiri persidangan
Ketiga terdakwa TPPO saat menghadiri persidangan (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Jakarta -

Pengadilan Negeri Malang menjatuhkan vonis lebih ringan terhadap 3 terdakwa kasus perekrutan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) kecewa dengan keputusan tersebut.

Sidang putusan terhadap terdakwa kasus perekrutan ilegal Calon Pekerja Migran Indonesia diketuai hakim Kun Trihayanto di ruang sidang Garuda PN Malang, Rabu (10/9/2025) kemarin.

Untuk terdakwa Hermin Naning Rahayu dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara dua terdakwa lainnya yakni Dian Permana dan Alti Baiquniati masing-masing dijatuhi hukuman 1 tahun 8 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

ADVERTISEMENT

Ketiga terdakwa merupakan karyawan PT Nusa Sinar Perkasa (NSP) di kawasan Sukun, Kota Malang yang sebelumnya digerebek Polresta Malang Kota, karena dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Jaksa Penuntut Umum Moh Heriyanto mengaku masih akan berpikir soal putusan yang diberikan oleh majelis hakim.

"Majelis hakim menjatuhkan putusan dengan pasal sama seperti tuntutan, namun jauh dari tuntutan yang kami sampaikan. Sikap kami, pikir-pikir dulu," ujar Moh Hariyanto kepada wartawan, Kamis (11/9/2025).

Sebelumnya, jaksa menuntut sesuai dengan Pasal 81 jo Pasal 69 UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Terdakwa Hermin dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan. Sedangkan untuk terdakwa Dian dan Alti dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan.

Kuasa hukum terdakwa Moh Zainul Arifin menyebut putusan majelis hakim meninggalkan kekecewaan. Meski begitu, vonis yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa dinilai merupakan upaya hakim melihat perkara yang menjerat kliennya secara obyektif.

Karena sebagian beban tanggung jawab dilimpahkan kepada perusahaan pusat, bukan hanya perorangan.

"Kami masih pikir-pikir. Restitusi juga tidak dibebankan ke klien kami, melainkan ke pusat. Jadi ada pertimbangan yang objektif," tegasnya.

Sementara Pengurus DPP Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Dina Nuryati menyatakan kekecewaannya atas putusan majelis hakim.

Menurut Dina, vonis yang diberikan terhadap para terdakwa sangat jauh dari tuntutan jaksa.

Selain majelis hakim telah mengabaikan fakta persidangan yang menunjukkan afanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Fakta persidangan menunjukkan adanya praktik jahat perdagangan orang. Ada penahanan dokumen, CPMI diposisikan rentan, bahkan tereksploitasi. Namun hak restitusi korban tidak muncul dalam putusan," pungkasnya.




(mua/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads