Sidang kasus dugaan pemalsuan dokumen sertifikat hak milik (SHM) yang menyeret notaris/PPAT kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Senin (1/9/2025). Dua terdakwa, Resa Andrianto dan Adhienata Putra Deva menyampaikan eksepsi atau nota keberatan setebal 15 halaman.
Ketua Tim Penasihat Hukum, Johan Avie menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat hukum dan prematur. Dia sebutkan bahwa dakwaan itu bersifat obscuur libel karena tidak jelas dan tidak cermat.
"Bagaimana mungkin terdakwa Resa bisa disangka menggunakan surat palsu sementara siapa yang memalsukan dokumen belum jelas dalam dakwaan?" Kata Johan di hadapan majelis hakim, Senin (1/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dokumen berupa surat pernyataan beda luas tanah itu diperoleh terdakwa Deva dari saksi Charis, karyawan pergudangan Manyar Mas Karimun yang dititipkan melalui pos Satpam BPN Gresik.
Selain itu, SHM yang luasnya berkurang telah diterbitkan oleh BPN Gresik. Luasan lahan yang berkurang dari total 32.751 meter persegi menjadi 30.459 meter persegi itu turut menjadi pertanyaan dalam eksepsi yang dibacakan.
"Objek SHM diterbitkan oleh lembaga resmi, bukan produk terdakwa. Pertanyaan besarnya, bagaimana bisa SHM terbit jika prosesnya cacat prosedur?" ujarnya.
Atas dasar itu, Tim Kuasa Hukum meminta majelis hakim membebaskan kedua terdakwa dari tahanan dan memulihkan nama baik mereka. Ketua Majelis Hakim, Sarudi memberi kesempatan JPU menanggapi eksepsi pekan depan, sekaligus menegaskan agar para pihak segera menyiapkan saksi.
"Jika ada upaya mengulur waktu, akan menjadi catatan bagi kami," tegasnya.
Dalam dakwaan, JPU Imamal Muttaqin menilai terdakwa melanggar Pasal 236 ayat (2) junto Pasal 55 dan 56 KUHP terkait penggunaan surat palsu. Kasus ini berawal dari pengajuan pengukuran ulang SHM milik Tjong Cien Sieng yang diajukan Budi Riyanto, tersangka yang kini berstatus DPO Polres Gresik.
(dpe/hil)