Aksi KDRT yang dialami IGF (32), warga Surabaya, terungkap memilukan. Ia menjadi korban kekerasan berulang kali oleh suaminya, AAS (40), sejak tahun 2023. Mirisnya, kekerasan itu disebut tetap dialaminya meski sedang hamil.
Korban mengalami luka fisik, termasuk di bagian tangan, serta tekanan psikis karena kerap diancam. Polisi pun akhirnya mengamankan AAS untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya telah mengamankan AAS untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus KDRT," ujar Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Dewi, Jumat (22/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapolrestabes Surabaya Kombes Lutfhie Sulistiawan langsung menginterogasi AAS. Ia menyoroti video CCTV yang merekam aksi KDRT pelaku hingga viral di media sosial.
"CCTV di rumah buat baby gitu pak biar kalau misalkan ditinggal takut gelundung atau menangis gitu sih pak," kata ASS sebagaimana dilihat dari unggahan Instagram @humaspolrestabessby.
Namun, Lutfhie geram dengan tindakan pelaku yang tega melakukan kekerasan bahkan di depan anak.
"Kamu laki-laki apa perempuan? Itu satu. Yang kedua yang lebih parah lagi, di depan anak-anakmu. Itu yang paling saya gak terima. Kamu mikirin gak kondisi psikologis anakmu kayak apa jadinya?," tuturnya.
Kuasa hukum korban, Andrian Dimas Prakoso, menegaskan bahwa kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan.
"Untuk prosesnya sendiri, kemarin klien kami (korban) sudah diperiksa kembali untuk yang kedua kalinya itu diperiksa dalam konteks sidik. Jadi ini posisinya sudah naik penyidikan," ujar Andrian.
Ia mengapresiasi langkah cepat polisi, tetapi menyebut AAS belum ditetapkan tersangka maupun ditahan.
"Informasi yang tadi saya dapat langsung dari penyidik bahwa tadi per jam 13.00 WIB belum ada penetapan tersangka dan belum ditahan," ungkapnya.
Andrian menambahkan, dalam kurun waktu tiga tahun, pelaku diduga melakukan kekerasan lebih dari 20 kali kepada korban, termasuk saat korban sedang hamil.
"Ibu IGF sudah diperiksa dua kali pada saat proses penyelidikan dan kemarin pada saat proses penyidikan. Selanjutnya kami mendorong teman-teman dari Unit PPA untuk klien kami (korban) segera dilakukan visum psikiatrum untuk melengkapi alat bukti. Harapannya segera ada penetapan tersangka dan penahanan," pungkasnya.
(auh/hil)