Permohonan PKPU Dahlan Iskan Ditolak, Jawa Pos Terbukti Tak Punya Utang

Permohonan PKPU Dahlan Iskan Ditolak, Jawa Pos Terbukti Tak Punya Utang

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Kamis, 21 Agu 2025 19:30 WIB
PT Jawa Pos saat melakukan konferensi pers
PT Jawa Pos saat melakukan konferensi pers (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Pengadilan Niaga Surabaya menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos. Majelis hakim menyatakan perusahaan media tersebut terbukti tidak memiliki utang.

Data dan informasi yang diperoleh dari Putusan dengan nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby itu dibacakan pada 12 Agustus 2025 melalui sistem e-court oleh majelis hakim yang diketuai Ega Shaktiana. Dalam putusannya, Ega menyatakan seluruh dalil Dahlan Iskan dinilai terbukti tak memenuhi syarat UU Kepailitan dan PKPU.

Pengacara PT Jawa Pos E.L. Sajogo mengatakan bahwa PT Jawa Pos menyayangkan langkah hukum yang dilakukan Dahlan Iskan beserta tim kuasa hukumnya. Menurutnya, apa yang dilakukan itu tidak mengedepankan upaya-upaya yang mediatif dan kekeluargaan, namun malah memilih langkah yang sangat represif yang merugikan perseroan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sajogo memastikan bahwa PT Jawa Pos tidak memiliki utang kepada pihak manapun. Dengan begitu, dalil-dalil Dahlan Iskan telah terbukti keliru dan menyesatkan.

"Kami berpendapat dalil-dalil yang keliru dan menyesatkan tersebut dapat berpotensi mencemarkan nama dan citra baik dari PT Jawa Pos, sehingga dapat menimbulkan kerugian akibat perbuatan melawan hukum," kata Sajogo dalam keterangannya, Kamis (21/8/2025).

ADVERTISEMENT

Sajogo menjelaskan PT Jawa Pos tetap menghargai jasa-jasa yang telah diberikan oleh seluruh pihak yang pernah menjabat. Baik dari direksi, dewan komisaris, hingga pemegang saham, termasuk Dahlan Iskan pada PT Jawa Pos maupun di setiap anak-anak usaha PT Jawa Pos sekalipun.

Tapi, Sajogo menerangkan bahwa PT Jawa Pos tetap tidak dapat memberikan toleransi terhadap semua tindakan yang dilandasi dengan itikad tidak baik. Pun dengan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan perusahaan.

"Selain itu, kami juga akan mengambil sikap tegas dan mempertimbangkan untuk melakukan upaya-upaya hukum yang dipandang perlu," imbuhnya.

Sementara, dalam amar putusannya, pengadilan menolak permohonan PKPU dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3,38 juta. Salah satu alasan pengajuan PKPU lantaran tuduhan adanya utang dividen PT Jawa Pos kepada Dahlan Iskan sejak 2003 hingga 2016 senilai Rp 54,5 miliar, hingga utang kepada sejumlah kreditor lain.

Majelis hakim menilai dalil itu tak terbukti dan berpendapat bahwa PT Jawa Pos tidak mempunyai kewajiban utang kepada pihak-pihak yang disebut, termasuk perbankan maupun perusahaan lain.

"Terungkap fakta hukum bahwa termohon PKPU (PT Jawa Pos) tidak sedang memiliki utang maupun fasilitas kredit dalam bentuk apapun kepada PT Bank Permata Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk, PT Akcaya Press, dan PT Strategi Madani Utama," ujar majelis hakim dalam pertimbangan putusannya.

Majelis hakim berpendapat bahwa utang-utang tersebut merupakan kewajiban dari entitas hukum lain. Selain itu, PT Jawa Pos juga terbukti tidak memiliki utang dividen kepada Dahlan Iskan. Dividen yang dimaksud telah dibayarkan PT Jawa Pos kepada Dahlan melalui forum RUPS yang sah.

"Pemohon PKPU (Dahlan Iskan) telah menerima seluruh dividen berikut bunganya secara langsung ke rekening yang bersangkutan" ujar majelis hakim Ega dalam pertimbangannya.

Kendati dalam permohonan PKPU Dahlan Iskan mengajukan bukti laporan keuangan PT Jawa Pos, namun bukti itu ternyata diajukan secara malprosedur dan adanya dugaan pelanggaran etika profesi advokat yang dilakukan. Baik oleh para pengacara Dahlan Iskan yang mendapatkan bukti tersebut maupun yang menggunakannya dalam persidangan.

Menurut majelis, bukti yang diunggah di sistem e-court oleh para pengacara Dahlan Iskan, setelah dicocokannya, ternyata dibubuhi tanda 'SANS PREJUDICE' yang disebut ada indikasi bukti itu bersifat rahasia dan tidak dapat diajukan sebagai bukti di muka persidangan.

"Mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran etika oleh advokat," tuturnya.




(auh/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads