Babak Baru Kasus Nany Widjaja, Dahlan Iskan dan Jawa Pos di PN Surabaya

Babak Baru Kasus Nany Widjaja, Dahlan Iskan dan Jawa Pos di PN Surabaya

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Kamis, 21 Agu 2025 08:46 WIB
Sidang Nany Widjaja Vs Jawa Pos
Sidang Nany Widjaja Vs Jawa Pos/Foto: Istimewa
Surabaya -

Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilayangkan Nany Widjaja terhadap PT Jawa Pos dan juga Dahlan Iskan memasuki babak baru. Kali ini, agenda sidang mengagendakan pembuktian.

Pada Rabu (20/8/2025), pihak Nany Widjaja selaku penggugat berupaya membuktikan bahwa mereka adalah pihak yang berhak atas PT Dharma Nyata Press. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendatangkan ahli kenotariatan dari Ikatan Notaris Indonesia yakni Drs AA Andi Prajitno.

Kuasa hukum Nany Widjaja, Richard Handiwiyanto mempertanyakan jenis akta yang tidak benar. Dalam keterangannya di persidangan, ahli menjelaskan bahwa akta yang tidak benar adalah akta yang cacat hukum. Artinya, akta itu berisi perbuatan hukum yang tidak sah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tidak memiliki kekuatan hukum yang sah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penggunaan dana perusahaan itu boleh dilakukan apabila untuk kepentingan kemajuan perusahaan sesuai dengan AD/ART, tapi kalau menggunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi mana mungkin," kata Andi, Rabu (20/8/2025).

ADVERTISEMENT

Andi menjelaskan, penggunaan dana perseroan diperbolehkan apabila untuk kepentingan kemajuan perusahaan. Perihal tata cara membuat akta yang benar pada ahli, Andi menerangkan tata cara yang benar mengacu pada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, khususnya terkait dengan akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum seperti notaris.

Ahli menilai, hal itu tertuang dalam pasal 16 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Serta, harus ditandatangani di hadapan notaris dan dalam waktu yang berturut-turut.

Usai sidang, Richard menegaskan bahwa dari keterangan ahli jelas menyampaikan tentang bagaimana tata cara pembuatan suatu akta. Serta, akta apa saja yang tidak diperkenankan untuk dibuat.

Menurut Richard, pernyataan dapat dianggap sebagai perjanjian jika ada tindak lanjut yang jelas, sesuai keterangan Andi selama persidangan. Misalnya, lanjut dia, bila seseorang membuat pernyataan untuk menjual sesuatu, maka perlu ada tindak lanjut seperti perjanjian jual beli.

"Jadi harus dilihat case per case. Harus dilihat peristiwanya secara utuh," imbuhnya.

Terpisah, kuasa hukum Jawa Pos Eleazar Leslie Sayogo mengungkapkan, dari persidangan bisa didengarkan bahwa ahli tidak banyak memberikan keterangan yang substansial. Sebab, keterangan ahli mengatakan bahwa untuk segala sesuatu kalau menyatakan itu benar apa tidak benar harus dibuktikan secara pidana terlebih dahulu.

"Intinya, keterangan saksi dari penggugat yang seharusnya menguatkan keterangan dari penggugat justru mengatakan silakan itu kewenangan penyidik untuk membuktikan kebenarannya atau tidak," ujar Sayogo.

Sayogo menuturkan, ahli juga mengatakan bahwa pernyataan bila sudah digunakan sudah menjadi perjanjian. Dalam sengketa kasus ini, ia menilai Nany Widjaja menyatakan bahwa seluruh saham saham milik Jawa Pos.

"Itu pernyataan dari Bu Nany dan Bu Nany tahu akan hal itu. Nah digunakannya seperti apa karena deviden deviden dibagikan ke Jawa Pos maka itu menjadi suatu perjanjian," tuturnya.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads