Kisah penolakan lamaran nikah yang dialami Wahyu Hidayat (37), warga Desa Krembangan, Sidoarjo, ramai jadi perbincangan warganet. Wahyu ditolak secara sepihak oleh pihak keluarga perempuan, usai acara lamaran digelar di Warugunung, Surabaya, hanya karena membawa rombongan tamu terlalu banyak.
Padahal Wahyu mengaku sudah menyiapkan semua seserahan dengan total biaya belasan juta rupiah. Ia membawa cincin, kalung, baju baru, handphone, hingga kue-kue untuk acara lamaran yang berlangsung Minggu, 22 Juni 2025 lalu.
Namun, satu minggu kemudian, lamaran dinyatakan ditolak. Pihak keluarga perempuan juga disebut tidak mengembalikan seserahan yang dibawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktisi hukum, Samsul Arifin menjelaskan bahwa secara normatif, kasus seperti ini bisa dikaji dari aspek Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
"Secara hukum saya tidak bisa memberikan statement langsung karena saya tidak punya legal standing atau kuasa dari pihak yang bersangkutan," kata Arif kepada detikJatim, Rabu (13/8/2025).
"Jika ada unsur ingkar janji yang menyebabkan kerugian, apalagi sudah ada kesepakatan atau pengumuman ke publik, itu bisa masuk kategori PMH. Beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung menguatkan hal tersebut," imbuhnya.
Menurut Arif, kasus yang dialami Wahyu juga bisa ditarik ke Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian. Perjanjian pernikahan kemudian dibatalkan sepihak dan menimbulkan kerugian bisa diproses hukum.
"Selama kedua belah pihak sudah cakap hukum (berusia di atas 21 tahun, misalnya), maka janji menikah juga dapat dianggap sebagai bentuk perjanjian. Bila dilanggar dan menimbulkan kerugian, itu bisa diproses secara hukum perdata," jelas Arif.
Arif menyebut bahwa konteks hubungan sebelum pernikahan, jika sampai terjadi tindakan yang melanggar norma kesusilaan akibat janji menikah yang tidak ditepati, juga bisa memperkuat unsur PMH.
"Apalagi kalau sudah ada hubungan khusus karena janji menikah itu, dan kemudian dibatalkan sepihak tanpa alasan kuat, itu bisa dianggap melanggar norma kepatutan," tandas Arif.
(auh/abq)