Sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terkait penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal digelar di Pengadilan Negeri (PN) Malang. Namun saksi yang dihadirkan untuk meringankan terdakwa tidak menghadiri persidangan.
Dalam sidang dengan agenda pembelaan terdakwa (ad de charge) yang digelar Senin (11/8/2025), ketiga terdakwa dihadirkan langsung yakni Hermin Naning Rahayu (45), Dian Permana (37), dan Alti Baiquniati (34).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kota Malang Moh Heryanto menyampaikan jika saksi yang dihadirkan dengan agenda pembelaan terdakwa tak menghadiri persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan begitu sidang pun akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
"Saksi yang akan dihadirkan terdakwa tidak bisa hadir. Sehingga, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa," ujar Heryanto kepada wartawan usai persidangan, Senin (11/8/2025).
Dalam persidangan tersebut, para terdakwa mengakui semua perbuatannya dan juga menyesali telah melakukan dugaan TPPO tersebut.
"Untuk poin-poin yang disampaikan para terdakwa, kaitannya dengan operasional perusahaan. Salah satunya, yaitu terdakwa Dian Permana yang mengaku hanya sebagai boneka dan tidak tahu tugasnya dalam perusahaan, padahal jabatannya adalah kepala cabang," tegasnya.
Heryanto juga menerangkan, dari fakta-fakta persidangan yang ada termasuk hasil pemeriksaan terdakwa akan dirangkum. Selanjutnya, akan dijadikan sebagai bahan untuk menyusun berkas tuntutan.
"Sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (20/8/2025) mendatang dengan agenda tuntutan. Oleh karena itu, kami akan fokus untuk menyusun berkas tuntutan," tambahnya.
Sementara Dewan Pertimbangan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPN SBMI), Dina Nuriyati menambahkan, jika proses peradilan yang tengah berjalan sudah mengungkap carut marutnya persoalan tentang penempatan dan perlindungan pekerja migran
"Dari keterangan tiga terdakwa tadi, terungkap adanya penampungan dan pengawasan yang tidak jalan termasuk penempatan maupun perlindungan pekerja migran," ujar Dina terpisah.
"Selain itu, juga termasuk ketidaktahuan administrasi (izin operasional) yang tidak memenuhi syarat, tetapi mereka tetap melakukan perekrutan," sambungnya.
Pihaknya pun berharap, penegakan hukum terhadap pelaku TPPO harus dilakukan secara tegas. Sementara untuk korbannya, mendapatkan pendampingn psikososial.
"Hal seperti ini harus menjadi perhatian, dan kami berharap revisi UU No 18 Tahun 2017 bisa benar-benar mengakomodasi perlindungan pekerja migran. Dan tentunya untuk korban, harus ditangani dengan baik dan ada penanganan psikososial," pungkasnya.
(dpe/abq)