Satpol PP Mojokerto Kesulitan Tindak Hotel yang Jadi Tempat Prostitusi

Satpol PP Mojokerto Kesulitan Tindak Hotel yang Jadi Tempat Prostitusi

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 12 Jul 2025 09:00 WIB
Terdakwa Andi, pramusaji Hotel dan Karaoke Puri Indah di Mojokerto
Terdakwa Andi, pramusaji Hotel dan Karaoke Puri Indah di Mojokerto. (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Satpol PP Kabupaten Mojokerto kesulitan menindak manajemen hotel yang menjadi tempat prostitusi. Terkait mencuatnya kasus prostitusi di salah satu hotel, petugas penegak peraturan daerah (Perda) ini sebatas akan melakukan patroli dan edukasi.

Kabid Penegakan Perundang-undangan Daerah (PPUD) Satpol PP Kabupaten Mojokerto Zainul Hasan menuturkan, penindakan terhadap perbuatan asusila mengacu pada Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.

Larangan bagi setiap orang berbuat asusila diatur di Pasal 40 perda ini. Pasal 40 ayat (1) mengatur 'Setiap orang dilarang bertingkah laku dan/atau berbuat asusila di jalan, jalur hijau, taman atau dan tempat-tempat umum lainnya'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian ayat (2) pasal ini mengatur 'Setiap orang dilarang menjadi pekerja seks komersial, menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi pekerja seks komersial, memakai jasa pekerja seks komersial, serta melakukan pengambilan manfaat secara tidak sah/mengusahakan/memeras tenaga wanita/pria untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan'.

Sedangkan larangan bagi pelaku usaha hotel, penginapan dan sejenisnya, diatur di Pasal 41 perda ini. Yaitu 'Setiap orang atau badan dilarang menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila'. Ketentuan sanksi pidana Pasal 40 dan 41 diatur di Pasal 63, yaitu berupa kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp 50 juta.

ADVERTISEMENT

"Kalau (hotel atau penginapan dan sejenisnya) menyediakan jasa prostitusi, bisa ditindak, bisa kami tutup usahanya, kami tipiringkan. (Kalau pencabutan izin usaha?) Itu nanti kami koordinasikan lagi, itu banyak unsur yang harus dikaji terkait izin usahanya itu," terangnya kepada wartawan, Sabtu (12/7/2025).

Namun, menurut Zainul, bukan perkara mudah untuk membuktikan sebuah hotel menyediakan jasa prostitusi maupun sebatas menyediakan tempat untuk berbuat asusila. Kalau pun terbukti, sanksi bagi pengelola hotel sebatas tipiring. Sebab evaluasi sampai pencabutan izin hotel harus melibatkan tim gabungan dengan OPD terkait.

"Susah masuk ke hotel kalau kami tidak menemukan bukti yang benar-benar A1 (akurat). Kalau pakai prostitusi, dia (manajemen hotel) tidak ada transaksi. Kecuali dia (para wanita) dipajang, mohon maaf seperti di lokalisasi kan jelas. Kalau di hotel kan sembunyi- sembunyi," jelasnya.

Zainul juga angkat bicara terkait kasus yang menjerat Andi Febrianto (25), pramusaji Hotel dan Karaoke Puri Indah di Jalan Bypass Mojokerto, Desa Kenanten, Puri, Mojokerto. Andi diadili karena menjajakan lady companion (LC) untuk berhubungan intim dengan pria hidung belang di hotel tersebut. Menurut Zainul, pihaknya bakal melakukan pencegahan.

"Nanti kami patroli dan edukasi ke para pelaku usaha jangan memfasilitasi prostitusi," tandasnya.

Prostitusi yang dijalankan Andi di Hotel dan Karaoke Puri Indah terbongkar ketika tim dari Polda Jatim melakukan penggerebekan pada 27 Februari 2025 sekitar pukul 01.00 WIB. Saat itu, polisi menggerebek kamar nomor 6 dan 9 Hotel Puri Indah.

Di kamar nomor 6, petugas mendapati LC berinisial DRP selesai melayani pria hidung belang berinisial SW. Sedangkan di kamar nomor 9, petugas memergoki LC berinisial MKN sedang melakukan foreplay kepada tamunya.

Dalam bisnis esek-esek ini, Andi memasang tarif Rp 1 juta untuk sekali kencan. Dari transaksi antara DRP dengan SW saja, pria asal Dusun Gatoel, Desa Banjaragung, Puri Mojokerto ini menerima imbalan Rp 100.000. Sedangkan Rp 900.000 menjadi hak DRP.

Andi menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada Kamis (10/7). Jaksa penuntut umum mendakwanya dengan Pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Pasal 296 KUHP.




(auh/abq)


Hide Ads