Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan akhirnya bersuara setelah ditetapkan sebagai tersangka penggelapan Polda Jatim. Tanggapannya itu dituangkan dalam kolom Catatan Dahlan Iskan yang dimuat di disway.id.
Johanes Dipa, kuasa hukum Dahlan Iskan telah mengizinkan awak media untuk melansir catatan kllienya yang berjudul 'Jadi Tersangka' itu terbit Rabu, (9/7/025).
Dahlan Iskan membuka tanggapannya dengan dengan mengawali dirinya mendapat pesan dari seorang jurnalis bernama Nanda. Dalam pesan itu, sang jurnalis meminta konfirmasi mengenai penetapannya sebagai tersangka penggelapan terkait dengan gugatannya di ke Jawa Pos di Pengadilan Negeri Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanda, maafkan baru terbaca WA Anda. Saya itu tidak pernah menyimpan dokumen perusahaan di rumah saya. Semua saya tinggal di kantor saat itu. Saya sekarang perlu dokumen-dokumen itu. Sudah minta beberapa dokumen perusahaan secara baik-baik tapi tidak diberi, pengacara saya ajukan gugatan untuk mendapat dokumen-dokumen tersebut, karena sebagai salah satu pemegang saham saya punya hak untuk meminta. Begitu kan? Suwun."
Dahlan kemudian menuturkan panjang lebar awal mula gugatan ke Jawa Pos yang berawal dirinya jadi saksi atas sengketa Tabloid Nyata. Karena jadi saksi itu, Dahlan kemudian membutuhkan dokumen-dokumen untuk keperluan pemeriksaan di kepolisian.
Namun, ia tak menyangka dirinya kemudian dilaporkan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Jawa Pos. Media yang dibesarkan dan sudah identik dengan dirinya.
"Yang juga tidak pernah saya sangka adalah: saya berurusan dengan polisi di usia saya yang 74 tahun. Dulu, saya kira, saya itu akan seumur hidup di Jawa Pos. Katakanlah sampai mati. Bahkan saya bayangkan mungkin makam saya pun kelak akan di halaman gedung Jawa Pos".
"Itu karena, seperti banyak yang bilang, "Jawa Pos adalah Dahlan Iskan, dan Dahlan Iskan adalah Jawa Pos". Rasanya pernah ada media yang sampai menulis seperti itu".
Seluruh energi muda saya memang tumpah untuk Jawa Pos. Saya sempat bahagia ketika banyak yang mengakui bahwa sayalah yang membuat Jawa Pos dari perusahaan yang begitu kecil dan miskin menjadi raksasa media dengan kekayaan bertriliun-triliun rupiah".
Dahlan Iskan lantas menceritakan awal mula meninggalkan Jawa Pos saat mendapat panggilan menjadi Dirut PLN. Dahlan Iskan sebenarnya enggan menerima jabatan itu. Namun demi panggilan negara ia kemudian menerimanya.
"Sebagai dirut BUMN saya tidak boleh merangkap jabatan di swasta. Maka saya harus melepaskan jabatan dirut Jawa Pos. Tidak masalah. Toh di PLN saya tidak akan lama. Maksimum tiga tahun. Bisa kembali ke Jawa Pos lagi".
"Ternyata saya tidak pernah bisa kembali ke Jawa Pos. Pemegang saham mayoritas yang selama puluhan tahun hanya mengawasi dari jauh sudah menjadi sangat berkuasa di Jawa Pos. Begitulah perusahaan. Apalagi sudah punya uang banyak".
Dalam tulisannya itu, Dahlan Iskan juga menyinggung soal Eric Samola. Ia menyebut bahwa dirinya sempat menduduki komisarisdan mendapat di Jawa Pos sebagai hadiah atas prestasinya.
"Saya sendiri mendapat saham di PT Jawa Pos sebagai hadiah atas prestasi saya itu. Itu karena Eric Samola, wakil pemegang saham mayoritas saat itu, tahu Jawa Pos sangat maju tanpa modal dari para pemegang saham. Tidak ada pemegang saham yang setor modal di awal kebangkitan Jawa Pos di tahun 1982 itu".
"Modal satu-satunya adalah utang: PT Grafiti Pers mengeluarkan uang untuk membeli Jawa Pos dari pemilik lama yang sudah berumur 90 tahun: The Chung Shen".
Dahlan lalu kembali menyinggung soal statusnya sebagai tersangka dan gugatannya di Jawa Pos karena kaitannya dengan pemeriksaannya sebagai saksi atas kepemilikan saham Tabloid Nyata. Namun ia enggan menceritakan untuk menghormati proses hukum.
"Jadi, siapa sebenarnya pemegang saham Nyata? Saya sedang menceritakannya ke polisi, sehingga tidak bisa saya uraikan di sini. Pemeriksaan belum selesai".
Baca juga: Dahlan Iskan Gugat Jawa Pos di PN Surabaya |
"Tapi karena saya sudah diberitakan jadi tersangka, maka saya tegaskan tidak semua media yang saya pimpin adalah milik Jawa Pos".
"Ada beberapa (saja) bukan milik Jawa Pos. Termasuk Nyata. Ada riwayatnya mengapa begitu".
"Saya belum bisa ceritakan untuk menghormati pengadilan. Tapi pimpinan Jawa Pos yang sekarang, yang tidak tahu sejarah itu, menganggap Nyata miliknya. Jadilah sengketa. Jadi ini sengketa saham di Nyata. Bukan di Jawa Pos. Perdata.
"Sidang perdatanya sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya. Tiba-tiba ada berita saya jadi tersangka".
Sebelumnya, Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan ditetapkan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditrekrimum) Polda Jatim sebagai tersangka. Penetapan tersebut terkait dugaan kasus pemalsuan dan penggelapan.
Penetapan tersangka tersebut diketahui berdasarkan dokumentasi surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan ke-8 yang ditujukan kepada Rudy Ahmad Syafei Harahap tertanggal Senin, 7 Juli 2025.
Selain Dahlan Iskan, Ditreskrimum juga menetapkan mantan Direktur Jawa Pos, Nany Widjaja sebagai tersangka. Penetapan keduanya setelah Pihak Ditreskrimum melakukan gelar perkara pada 2 Juli 2025.
"Saudari Nany Widjaja dan Saudara Dahlan Iskan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," demikian keterangan surat yang ditandatangani Kasubdit I Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Arief Vidy yang diterima detikJatim, Rabu (9/7/2025).
(auh/abq)