Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang menetapkan tersangka sekaligus menahan Eks Direktur Perumda Perkebunan Panglungan, Tjahja Fadjari dalam perkara korupsi kredit bibit porang tahun 2021. Perkara korupsi ini merugikan negara Rp 1,5 miliar.
"Hari ini kami telah menetapkan F (Fadjari) sebagai tersangka dalam pengadaan bibit porang dengan nilai kerugian negara Rp 1,5 miliar," kata Kepala Kejari Jombang Nul Albar saat jumpa pers di kantornya, Jalan KH Wahid Hasyim, Jumat (23/5/2025) malam.
Sekitar pukul 20.00 WIB, Fadjari yang memakai rompi tahanan, dikeler ke Lapas Kelas IIB Jombang. Menurut Nul, tersangka ditahan selama 20 hari ke depan. Pihaknya bakal segera melimpahkan perkara ini ke pengadilan tipikor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kami khawatir tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya," terangnya.
Fadjari menjabat Direktur Perumda Perkebunan Panglungan di Desa Panglungan, Wonosalam, Jombang sejak 5 Februari 2020 sampai 2024. Kejari Jombang menetapkannya sebagai tersangka korupsi kredit dana bergulir dari PT Bank BPR Jatim Bank UMKM Jawa Timur senilai Rp 1,5 miliar pada 2021.
Kasipidsus Kejari Jombang Dody Novalita menjelaskan, penyidikan perkara korupsi ini digelar sejak 22 Agustus 2024. Kasus ini berawal saat Perumda Perkebunan Panglungan mendapatkan pinjaman dana bergulir dari PT Bank BPR Jatim Bank UMKM Jawa Timur senilai Rp 1,5 miliar pada 16 April 2021. Tenor kredit ini selama 3 tahun dengan bunga 6% per tahun.
Namun, kredit tersebut menggunakan SHM kebun porang seluas 5.140 meter persegi di Desa Sumberjo, Wonosalam, Jombang. Kebun ini milik Kepala Unit Umum Perumda Perkebunan Panglungan, Sudjiadi. Fadjari mewakili Perumda Perkebunan Panglungan sebatas membuat perjanjian kerja sama dengan Sudjiadi.
Ternyata kerja sama ini maupun pengajuan kredit tak pernah mendapatkan persetujuan dari Bupati Jombang selaku kuasa pemilik modal. Parahnya lagi, Perumda Perkebunan Panglungan tidak mempunyai rencana bisnis saat mengajukan kredit ke PT Bank BPR Jatim Bank UMKM Jawa Timur. Rencana bisnis baru ada untuk tahun 2022-2027.
"Permohonan kredit oleh Perumda Perkebunan Panglungan Jombang tidak dibuat dengan benar. Analisis dan evaluasi kredit yang dilakukan penyelia kredit hanya sebatas formalitas dan tidak diperiksa dan diteliti kembali oleh pemimpin cabang maupun komite kredit secara keahlian," jelasnya.
Pinjaman Rp 1,5 miliar dari PT Bank BPR Jatim Bank UMKM Jawa Timur, lanjut Dody, digunakan Perumda Perkebunan Panglungan untuk budi daya porang. Mulai dari membeli bibit porang sekitar 33.400 tanaman, penanganan hama, sampai perawatan tanaman porang. Namun, direksi perumda ini melaporkan bisnis ini gagal karena serangan hama.
Bisnis budi daya porang ini, menurut Dody, juga dipaksakan oleh Perumda Perkebunan Panglungan. Sebab berdasarkan laporan keuangan mereka, selama ini bisnis yang menguntungkan adalah budi daya cengkeh. Ditambah lagi penyedia bibit porang tidak sesuai perjanjian perumda dengan PT Bank BPR Jatim Bank UMKM Jawa Timur.
"Pembelian bibit porang kepada BUMDes Sumber Makmur, CV Jowindo, Saudara URIP dan SUTOPO, tapi dalam perjanjian dengan BPR UMKM, penyedia bibit porang seharusnya CV Jowindo," ungkapnya.
Tidak hanya itu, kata Dody, penyidik juga menemukan perbedaan nilai pembelian bibit porang pada laporan pertanggungjawaban (LPj) Direksi Perumda Perkebunan Panglungan tahun 2021 dengan 2025. Dalam LPj direksi tahun 2025 disebutkan perumda mengeluarkan biaya investasi untuk membeli bibit porang sekitar 33.400 tanaman, sedangkan dalam rencana kerja perumda tahun 2021 tidak dianggarkan pembelian tanaman porang.
"Berdasarkan penghitungan ditemukan kerugian negara Rp 1,5 miliar. Perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 dan 3 UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tandasnya.
(auh/abq)