Antara kubu Hasto Kristiyanto dengan KPK saling lempar pendapat terkait kasus dugaan perintangan penyidikan dugaan suap Harun Masiku. KPK menjawab telak kritik dari kubu Hasto yang menganggap kasus itu tidak menimbulkan kerugian negara.
Kubu Hasto sebelumnya mengkritik langkah KPK mengusut kasus dugaan perintangan penyidikan oleh Sekjen PDIP itu padahal tidak ada kerugian negara yang timbul akibat kasus tersebut.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menjawab pernyataan yang disampaikan dalam eksepsi Hasto Kristiyanto tersebut Jaksa menegaskan bahwa kasus yang menjerat Hasto adalah perkara suap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2025). Mulanya, jaksa menyebut pihak Hasto menilai KPK tak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap perkara Hasto karena tak ada kerugian negara.
"Dalam eksepsinya, Terdakwa berdalih bahwa dalam UU KPK No 19 Tahun 2019 telah membatasi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, di antaranya adanya kerugian keuangan negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)," kata jaksa dilansir dari detikNews, Jumat (28/3).
"Sedangkan dalam perkara yang dituduhkan kepada Terdakwa, tidak ada kerugian keuangan negaranya sehingga KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," sambungnya.
Jaksa pun menilai pihak Hasto salah memaknai Pasal 11 UU KPK itu. Jaksa menegaskan perkara Hasto bukan merupakan perkara dengan delik kerugian negara.
Jaksa mendakwa Hasto dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor mengatur ancaman pidana yang melakukan perbuatan tindak pidana yang diatur Pasal 209 KUHP. Dalam pasal itu dijelaskan setiap orang dapat dipidana bila melakukan perbuatan curang dengan cara memberi atau menerima, menimbulkan harapan atau menjanjikan hadiah, keuntungan, atau upah dalam bentuk apa pun.
Jaksa menegaskan perkara Hasto bukan berkaitan kerugian negara. Jaksa menilai memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
"Perkara a quo bukanlah perkara yang deliknya terkait dengan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, akan tetapi terkait pasal suap, sehingga tidak berlaku ketentuan huruf b," ujarnya.
"Berdasarkan argumentasi di atas, maka keberatan Terdakwa haruslah ditolak," imbuh dia.
Hasto merupakan terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan dugaan suap tersangka Harun Masiku. Dia disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang buron sejak 2020.
Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku merendam handphone agar tak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku stand by di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.
Hasto juga disebut memerintahkan anak buahnya menenggelamkan ponselnya jelang diperiksa KPK. Perbuatan Hasto itu disebut membuat Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.
Jaksa juga mendakwa Hasto menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.
Artikel ini sudah tayang di detikNews. Baca selengkapnya di sini.
(dpe/iwd)