Gelap, kata yang saat ini tepat disematkan pada kasus kematian siswi Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi. Hingga 100 hari kematiannya, korban yang kini telah genap berumur 8 tahun belum mendapatkan keadilan. Meski berbagai upaya telah dilakukan, tanda-tanda identitas pelaku belum terungkap.
DN (38) ayah korban mengaku tak berhenti berharap. Ia meyakini, keadilan akan ditegakkan, derai air mata sang istri yang belum mengering akan selalu menjadi pemacu untuk ia dan keluarga terus menanti keadilan.
"Kami sekeluarga akan terus menunggu kerja kepolisian. Tidak akan pernah lelah menunggu, terus kami juga berdoa pelaku segera terungkap. Sudah 100 hari, ini sangat lama memang," terang DN kapada detikJatim, Minggu (23/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang rusak dan tubuh korban yang telah banyak disentuh tangan saat upaya pertolongan, memperpanjang proses penyelidikan. Meski gemas dan ragu pada alasan tersebut, DN hanya bisa pasrah dan berharap penegak hukum segera mendapat titik terang.
"Alasannya ya karena TKP rusak, korban banyak yang pegang. Saya tidak mengerti istilah demikian, meski sebagai orang awam saya ragu tapi saya bisa apa," ungkap DN dengan nada lesu.
"Saya berharap, Polisi segera bisa mengungkap dengan jelas pelaku yang sebenar benarnya jangan sampai salah tangkap," tambahnya.
Ia mengaku masih kerap dimintai keterangan oleh pihak berwajib. Hari senin (17/2/2025) ia mengaku kembali dimintai keterangan, bersama 2 anggota keluarga lainnya, ia dimintai keterangan di waktu terpisah. Saat ponselnya berdering dan ada panggilang dari pihak kepolisian, ia selalu antusias.
Telepon itu yang selalu dia tunggu dan berharap kabar baik yang datang. Namun, hingga hari ke-100 telpon yang datang dari kepolisian masih seputar dimintai keterangan.
"Masih sering dimintai keterangan, ya ditanya tanya lagi terkait banyak hal. Kemarin itu sama adiknya juga ditanya tanya adiknya istri dimintai keterangan lagi," kata DN.
Jalan panjang menanti kebenaran terungkap, bagai melangkah di atas duri bagi DN dan istrinya. Bertahan di tengah rasa penasaran, menahan amarah dan trauma mendalam, dukungan untuk ia dan keluarga pun mengalir.
Kasus ini, terus mendapat perhatian dari kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Bahkan pada aksi Indonesia Gelap yang digelar sekitar 200 mahasiswa di Banyuwangi, suara dukungan untuk pengungkapan kasus ini juga terdengar.
"Hidup Perempuan yang melawan, kami turut prihatin dengan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Banyuwangi. Bahkan kekerasan yang terjadi pada seorang anak di Kecamatan Kalibaru yang sampai saat ini masih gelap. Ada apa, apa karena alasan belum punya KTP," teriaknya di sela-sela aksi.
Tepat pada 100 hari pasca dibunuh, orang tua CN merayakan hari ulang tahun yang ke-8 di sekolah. Heru Prayitno, kepala sekolah CN mengaku kerap menggelar doa bersama untuk mendiang CN dan aparat kepolisian agar kasus tersebut segera terungkap.
"Kami selalu mendoakan, sering juga berkirim doa bersama untuk almarhumah dan untuk pihak kepolisian semoga bis segera mengungkap kasus ini," tandas Heru.
Bocah mungil dengan hijab putih dan seragam batik khas sekolah islam tempat ia belajar dihabisi dengan keji oleh pelaku yang masih buron pada hari Rabu yang sunyi 13 November 2024 lalu. Sepeda angin berwarna pink menjadi saksi teriakan ketakutan terakhir bocah kecil yang diketemukan tak berdaya dengan luka pada bagian kepala belakang dan pakaian sudah tak terpasang sempurna.
Pukul 11 siang yang menggemparkan dan membuat bergidik setiap orang yang menyaksikan kondisi bocah kecil tak berdosa itu, CN masih menanti keadilan, pelaku belum berhasil terungkap dan polisi masih terus melakukan upaya pencarian.
(erm/fat)