Polisi telah menetapkan NK, pemilik panti asuhan di Surabaya sebagai tersangka pemerkosaan anak asuhnya. Polisi menyebut, aksi bejat NK sudah dilakukan selama 3 tahun.
Kepala Dinas Sosial Jawa Timur, Restu Novi Widiani meminta Dinsos Kabupaten/Kota lebih berhati-hati dalam menerbitkan dan memperpanjang izin Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), khususnya panti asuhan.
"Kita akan mengumpulkan dan menginformasikan kepada kepala dinas sosial seluruh Jatim agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan rekomendasi dalam penerbitan dan perpanjangan izin LKS. Harus pastikan bahwa LKS itu betul-betul memberi perlindungan (terhadap anak asuh)," kata Novi di Surabaya, Rabu (5/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan berhati-hati memberi izin LKS, Novi ingin kasus kekerasan seksual yang terjadi di salah satu panti asuhan di Surabaya beberapa waktu lalu tidak terulang kembali.
Dinsos Jatim, kata Novi, juga akan menginventarisir seluruh LKS yang ada di Jatim. Pihaknya akan meninjau ulang seluruh perizinannya. Di Jatim, ada sebanyak 1.000 lebih LKS. Ketika ada pendirian maupun perpanjangan izin, harus ada rekomendasi dari dinsos kabupaten ataupun kota. Kemudian, diajukan ke Dinsos Jatim.
"Tolong masyarakat kalau mengetahui ada yayasan atau lembaga seperti panti, swasta, tolong konfirmasi ke kami. Kami akan periksa perizinannya," katanya.
Sebelumnya, Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman mengatakan, serangkaian penyelidikan dan penyidikan langsung dilakukan pihaknya usai menerima laporan polisi dari korban pada 30 Januari 2025.
"Hasil dari laporan korban didampingi LBH dari Unair, peran tersangka NK ini yaitu melakukan persetubuhan dan atau pencabulan terhadap korban dan melakukan kekerasan seksual secara fisik pada para korban," kata Farman saat konferensi pers di Bidhumas Polda Jatim Jalan Ahmad Yani Surabaya, Senin (3/2/2025).
Farman menyebut, aksi bejat NK dilakukan selama 3 tahun. Tepatnya usai berpisah dengan istrinya. "Dilakukan sejak Januari 2022 sampai Januari 2025," imbuhnya.
Dari hasil penyidikan, modus operandi yang dilakukan pemilik rumah sekaligus panti penampungan anak asuh yang dulunya merupakan panti asuhan itu, berawal usai NK berpisah dengan istrinya pada Januari 2022. Sang istri mengaku kerap menjadi korban KDRT.
Usai istri meninggalkan rumah sekaligus panti tersebut, NK mulai melancarkan aksi bejatnya.
"Mulanya dikelola bersama istri, namun 2022 istrinya ajukan cerai dan tinggalkan tersangka dengan alasan sering alami kekerasan verbal dan psikis," ujarnya.
Selain mengamankan NK, polisi juga menyita 1 lembar fotocopy legalisir kartu keluarga, akta kelahiran korban, kaus hitam milik korban, dan celana dalam warna biru muda milik korban sebagai barang bukti.
Akibat ulahnya, NK terancam pasal 81 Juncto Pasal 76 D dan atau Pasal 82 Juncto Pasal 76 E UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 6 Huruf b UU Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak Pidana Kekerasan Seksual, Pasal 81 Ayat (1) dan (3), Pasal 76 D, Pasal 82 Ayat (1) dan (2) KUHP, hingga Pasal 6 Huruf b UU RI Nomor 12 Tahun 2022 terkait kekerasan seksual dan persetubuhan pada anak.
"Ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Dalam hal ini dilakukan oleh pengasuh pendidik atau wali, maka pidananya ditambah 1/3 dari pidananya," tutur mantan Dirreskrimsus Polda Jatim itu.
(faa/hil)