Santri asal Buleleng, Bali berinisial AR (14) itu 6 hari dirawat di ICU RSUD Blambangan dalam keadaan koma. Kedua ortunya setia menunggu di ICU dan kerap tertunduk khusyuk dengan bibir yang bergerak-gerak, dengan mata sembab yang lebih banyak terpejam. Doa terus mereka panjatkan untuk keselamatan anaknya yang menjadi korban penganiayaan.
AR menjadi korban perundungan oleh seniornya di Ponpes Nurul Abror Al-Robbaniyin Alasbuluh, Banyuwangi. Santri yang belum setahun di ponpes itu tak berdaya menghadapi 6 senior yang mengeroyoknya di luar jam pelajaran. Peristiwa mengerikan terhadap AR yang duduk di kelas 9 itu terjadi pada 27 Desember 2024 sekitar pukul 22.00 WIB.
"Penganiayaan itu terjadi di dalam lingkungan pondok," kata Kapolresta Banyuwangi Kombes Rama Samtama Putra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayyub Erdianto, Koordinator Pelayanan Publik RSUD Blambangan mengungkapkan saat tiba di RS pada 28 Desember 2024 pukul 03.00 WIB, kondisi AR sudah mengalami keparahan dengan kondisi nyaris koma.
"Datang dengan kondisi hampir koma di UGD langsung kami CT Scan karena ada bekas luka di kepala dan hasilnya ada pendarahan otak di bagian kiri depan sampai belakang," kata Ayyub, Kamis (2/1/2025).
Setelah melihat kondisi itu, pihak RSUD segera melakukan pertolongan. Dokter bedah syaraf langsung memutuskan untuk melakukan langkah evakuasi otak melalui tindakan operasi.
"Langsung penindakan pembedahan Cito (Craniotomy) untuk membuat rongga pada kepala dengan membuka batok kepala agar ada ruang bagi otak karena ada pembengkakan dan mengeluarkan pendarahan," tegas Ayyub.
Sayangnya, AR yang dinyatakan koma dengan status mati batang otak (MBO) dengan berbagai peralatan yang terpasang mulai dari ventilator hingga air warmer blanket dinyatakan meninggal usai operasi herniasi batang otak imbas pendarahan di tengkorak.
AR dinyatakan meninggal pada pukul 13.30 WIB di ruang ICU RSUD Blambangan, Banyuwangi. Jenazahnya dikebumikan di Buleleng Bali oleh kedua orang tuanya. Pemkab Banyuwangi pun turun tangan menanggung semua biaya pengobatan di RS termasuk pemulangan jenazah ke tempat kelahirannya.
Kapolresta Banyuwangi, Kombes Rama Samtama Putra menegaskan kematian AR tidak menghentikan proses hukum. Polisi justru melakukan perubahan pada penentuan pasal yang akan disangkakan kepada para pelaku.
Setelah mendapatkan laporan, polisi telah mengamankan dan menetapkan 6 santri senior korban sebagai tersangka dugaan pengeroyokan. Keenamnya yakni HR (17), IJ (18), MR (19), S (18), WA (15) dan Z (18).
"Proses hukum masih berjalan terhadap para pelaku dari yang lalu sudah kita tetapkan tersangka dan juga dilakukan penahanan. Karena yang tadinya korban masih hidup sekarang dinyatakan meninggal maka agak berubah konstruksi hukumnya," kata Rama, Kamis (2/1/2025).
Mulanya para pelaku akan dijerat pasal 170 KUHP di mana pengeroyokan itu dilakukan bersama-sama mengakibatkan luka berat. Karena korban meninggal jeratan hukum dialihkan menjadi pengeroyokan yang mengakibatkan kematian.
Ancaman hukuman terhadap keenam senior korban yang telah ditetapkan tersangka juga meningkat dari sebelumnya paling lama penjara 9 tahun menjadi paling lama penjara 12 tahun.
Rama menambahkan terkait kematian korban pihak rumah sakit akan melengkapinya dengan hasil visum kematian. Sebelumnya pihaknya telah mendapatkan hasil visum mengenai penyebab koma yang dialami korban.
"Hasil visum, ya, visum update, ya. Kemarin kan terkait korban masih terluka masih dirawat dan sekarang sudah meninggal. Maka tadi juga kami koordinasi dengan dokter yang menangani nanti akan dibuatkan semacam visum terkait dengan korban meninggal," katanya.
(dpe/iwd)