Warga Trenggalek bernama Prasetyo Wahyu Ababil (24) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Padahal, dirinya bermaksud untuk bekerja ke luar negeri.
Pria yang akrab disapa Wahyu itu menceritakan kejadian tersebut bermula pada tahun 2019. Saat itu, orang tuanya bermaksud mencarikan pekerjaan untuk dirinya agar bisa bekerja di luar negeri.
"Setelah mencari informasi, orang tua kenal seseorang perempuan inisial WN. Dia menawarkan bisa memberangkatkan kerja ke luar negeri dengan syarat membayar sejumlah uang," ujar Wahyu, Rabu (13/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang tua korban pun merasa tergiur dengan janji WN dan menyuruh dirinya berangkat ke Jakarta untuk menemui WN di suatu tempat.
Korban menyebut, WN saat itu akan memberangkatkannya ke Korea untuk bekerja di sebuah pabrik atau ke Australia dengan bekerja di restoran, serta bisa mendapat gaji yang nominalnya menjanjikan.
Namun, ada persyaratan dari pihak WN agar korban membayarkan uang dengan nominal yang cukup besar.
"Terus sepakat saya menyerahkan uang cash Rp 85 juta ke ibu WN. Sesudah pembayaran dapat kuitansi dan lain-lain disuruh pulang nunggu di rumah," tuturnya.
Korban lalu pulang ke rumahnya sambil menunggu panggilan untuk berangkat. Namun ternyata hingga setahun kemudian, dirinya tidak mendapatkan kejelasan apapun.
Pada tahun 2020, korban mengungkapkan sempat beberapa kali menghubungi WN melalui sambungan ponsel. Hingga kemudian, ia berangkat ke Jakarta sebab dijanjikan akan diberangkatkan kerja ke Inggris.
"Setelah proses seminggu visa turun. Tapi ada virus corona dan lock down. Akhirnya, gagal terbang dan ditampung di kontrakan selama satu tahun di Jakarta," ungkapnya.
Saat pembatasan mulai longgar, korban justru harus kembali pulang ke rumah. Namun, pihaknya terus berupaya untuk menghubungi WN terkait kejelasan keberangkatan.
"Lalu ada kabar lagi, terus berangkat ke Jakarta. Saya sudah diuruskan visa Australia. September 2022 berangkat ke Australia. Ternyata sampai di Bandara Sydney ditahan imigrasi karena ada dokumen palsu, kemudian saya dideportasi pulang ke Indonesia," jelasnya.
Hingga saat itu, korban terpaksa ditampung kembali di sebuah rumah kontrakan di Jakarta. Dirinya tidak bisa kembali pulang ke Trenggalek sebab ternyata rumah milik orang tuanya di sana sudah terjual.
Orang tua korban menjual rumah itu untuk membayar utang uang yang digunakan memberangkatkannya kerja di luar negeri.
Korban pun akhirnya tinggal di Jakarta selama empat bulan, lalu dipindah ke Nganjuk. Lagi-lagi, ia ditampung di sebuah rumah kontrakan selama satu tahun. Di sana, korban tidak melakukan aktivitas apapun kecuali makan dan minum.
Hingga pada awal tahun 2024, ada kabar dari WN. Korban lalu kembali lagi ke Jakarta dan akan diberangkatkan kerja ke Hong Kong.
"Terus awal Maret berangkat ke Hong Kong. Dijanjikan kerja laundry dan cuci mobil," katanya.
Sesampainya di Hong Kong, korban dijemput oleh orang suruhan WN. Korban lantas disuruh tinggal di tenda yang terletak di sebuah rooftop apartemen, di samping kandang hewan.
Rupanya korban tidak sendirian. Dirinya kemudian juga bertemu dengan orang yang diduga menjadi korban TPPO lainnya, yakni pria bernama Aji dari Banyuwangi.
"Saya sama Mas Aji (korban dari Banyuwangi) lalu ditempatkan di kos (apartemen) dikasih bekal beras dan mi selama satu bulan," bebernya.
Namun, mereka tidak kuat dan memilih tinggal di kos. Tetapi korban juga merasa tidak nyaman di kosnya hingga memutuskan keluar.
Korban tinggal di Hong Kong tanpa kejelasan selama sekitar 6 bulan. Untuk biaya tinggal dan mencukupi hidup, korban minta kiriman uang dari orang tua hingga habis sekitar Rp 20 juta.
Setelah sudah merasa tidak kuat, korban dan temannya yang juga diduga menjadi korban TPPO bernama Aji tersebut lantas menyerahkan diri ke imigrasi di Hong Kong.
Kemudian, di sana korban didampingi salah satu organisasi. Teman korban juga melaporkan kejadian ini ke KBRI di Hongkong.
"Sempat ditampung di shelter di sana. Terus September 2024 pulang ke Indonesia," paparnya.
Atas kejadian tersebut korban dan temannya melaporkan WN ke Polda Jatim atas dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
(hil/iwd)