Greddy Harnando dan Indah Catur Agustin, jadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Keduanya didakwa penipuan bermodus investasi bisnis spring bed.
Penipuan yang dilakukan keduanya dilakukan pada bulan April tahun 2020 hingga Januari 2022. Saat itu ada seorang pegawai bank yang saat ini sudah meninggal dunia bernama Irwan.
Irwan lantas menginformasikan pada saksi bernama Lisawati Soegiharto bahwa ada temannya pemilik dari usaha PT Garda Tamatek Indonesia (GTI) yang membutuhkan investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu Lisa diiming-imingi bagi hasil 1% di bulan pertama dan 1% ditambah 3% di bulan kedua beserta pengembalian dana pokoknya.
Lalu datanglah terdakwa Greddy Harnando bersama Irwan ke kantor Lisa di PT Kurniajaya Multisentosa di Jalan Ngagel Jaya Selatan Komplek RMI Surabaya.
Greddy memperkenalkan dirinya sebagai pemilik dan Komisaris dari PT GTI. Greddy menyampaikan bahwa PT GTI membutuhkan investor dengan menunjukkan purcashe order (PO) brand spring bed King Koil kepada Lisa.
Selanjutnya Greddy memperkenalkan terdakwa Indah sebagai Direktur PT GTI kepada Lisa dan juga melakukan penawaran PO King Koil seperti yang dilakukannya.
Ia pun menunjukkan PO King Koil dan Sales Order Good Night. Selain penawaran secara langsung yang dilakukan oleh terdakwa Greddy, saksi Lisa juga mendapatkan penawaran melalui telepon ataupun Via Chat Whatsapp oleh terdakwa Greddy hingga tertarik berinvestasi ke PT GTI secara bertahap.
Terdakwa Indah pun mengirim PO King Koil dan sales Order Good Night ke Greddy dan diteruskan ke Lisa untuk meyakinkannya.
Saat itu Lisa menginvestasikan uangnya ke PT GTI pada periode bulan April 2020 sampai Januari 2022 total sebesar Rp 220,3 miliar.
Terdakwa Indah kemudian memberikan invoice yang dikeluarkan oleh PT GTI kepada PT Duta Abadi Primantara (DAP) seolah- olah ada penagihan pembayaran dari PT GTI kepada PT DAP dan akan ada pembayaran dari PT DAP kepada PT GTI untuk meyakinkan Lisa.
Rupanya investasi bisnis itu diduga adalah sebuah penipuan. Lisa pun mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp 171,75 miliar.
Untuk membuktikan itu, saksi pun dihadirkan dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ferdinan Markus.
Dia adalah Kepala HRD PT DAP Sinta Dwi Laksmi. Dalam persidangan, Sinta mengatakan bahwa dirinya tidak mengenal kedua terdakwa dan perusahaannya pun tidak pernah mengeluarkan PO King Koil kepada saksi Lisa.
"Tidak ada kerjasama dengan PT GTI dan perusahaan kami tidak pernah keluarkan dokumen apapun bentuknya kepada saksi Lisa," kata Sinta saat persidangan di Ruang Sari 3 Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (5/11/2024).
Sinta mengatakan bahwa dirinya mengetahui Indah karena adanya laporan PO King Koil yang menyertakan tanda tangan dan nama Indah serta Sleep Buddy. Sinta juga tidak mengenal Greddy sama sekali. PT DAP juga tidak pernah mengeluarkan PO King Koil kepada Sleep Buddy maupun PT GTI.
"Tidak ada kerjasama dengan PT GTI dan perusahaan kami tidak pernah keluarkan dokumen apapun bentuknya kepada terdakwa indah," kata Sinta.
Namun Sinta sempat mengetahui ada Purcashe Order (PO) King Koil yang digunakan pihak lain yaitu Indah dan Sleep Buddy, dan pihak PT DAP telah mengirimkan surat teguran di tahun 2021 dan laporan aduan ke Polrestabes Surabaya di tahun 2022 kepada Indah, namun belum ditindaklanjuti.
"Secara manajemen pabrik utama di Tangerang tahu ada kejadian tersebut dari tahun 2021, namun baru membuat laporan kepada terdakwa Indah di tahun 2022 di Polrestabes Surabaya karena banyak telepon menanyakan kebenaran PO tersebut ke kami," tutur Sinta.
JPU Agus Budiarto pun mendakwakan ancaman pidana kepada dua terdakwa.
"Terdakwa Greddy dan Indah diancam pidana pertama dalam Pasal 378 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 372 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," tutur JPU.
Namun masih ada pemeriksaan saksi lain yang perlu dilakukan untuk membuktikan perkara ini. Hakim mengatakan bahwa sidang akan dilanjutkan pekan depan.
"Sidang akan dilanjutkan Selasa 12 November 2024," tutup Ketua Majelis Hakim Ferdinan Markus.
(abq/iwd)