Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik menetapkan Kabid Koperasi dan UKM Diskop Gresik, Fransiska Dyah Ayu Puspitasari sebagai tersangka korupsi dana hibah UMKM Tahun 2022 senilai Rp 17,6 miliar. Meski demikian, pihak Kejari Gresik melarang wartawan mengambil foto tampang pembegal uang negara tersebut.
Larangan pengambilan gambar ini disampaikan oleh Kasi Pidsus Kejari Gresik Alifin Nurahmana Wanda kepada awak media yang hadir. Wartawan dilarang mengambil foto tersangka terlalu dekat saat digiring ke mobil tahanan.
Kasi Pidsus pun berkali-kali keluar ruangan dan menyampaikan tak akan mengeluarkan tersangka Siska jika wartawan tetap mengambil gambar terlalu dekat. Hal itu mendapat sorotan dari pakar Hukum Unair Wayan Titib.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Atas dasar hukum apa Kajari Gresik melarang pengambilan foto begal duit negara...???," kata Wayan kepada detikJatim, Minggu (13/10/2024).
Wayan menjelaskan, kasus korupsi sama dengan kasus begal. Namun, yang dirampok adalah uang negara.
"Ini kan kasus begal duit negara, tindak pidana yang sifatnya extraordinary crime," tambahnya.
Menurut Wayan, jika alasan Kejari Gresik melakukan hal itu atas permintaan pelaku korupsi karena dengan pertimbangan beban psikis terhadap anak-anaknya yang masih di bawah umur atau penegakan hukum secara humanis, pasti membuat publik bertanya-tanya.
"Apakah permintaan tersebut akan dipenuhi jika pelakunya bukan pejabat? Kalau malu sama keluarga, seharusnya pikirkan dari awal sebelum begal uang negara. Dulu ketika mau begal duit negara, apa enggak mikir disik (dulu) akibat hukumnya," tambah Wayan.
Wayan menegaskan, kasus korupsi wajib hukumnya dipublikasikan secara luas. Sebab, masyarakat harus mengetahui wajah pelaku dan membuat calon koruptor baru berpikir ulang ketika melakukan korupsi.
"Ya kalau kasus perselingkuhan. Ini kan begal, perampok uang negara. Wajib dipublikasikan sebagai efek jera bagi calon koruptor baru. Bilamana diarak keliling kota Gresik," pungkasnya.
Untuk itu, lanjut Wayan, kasus korupsi harusnya dipublikasikan seluas mungkin. Agar masyarakat luas masih mengetahui bahwasanya di mata hukum, semua sama.
"Harus dipublikasikan seluas mungkin, agar masyarakat luas tau. Bahwa di republik ini masih ada hukum," pungkas Wayan.
(abq/hil)