Emi Lailatul Uzlifah didakwa menggunakan KTP, KK dan surat kematian palsu untuk mengurus isbat atau pengesahan nikah dengan suaminya yang sudah meninggal. Wanita asal Kemlagi, Mojokerto ingin menguasai warisan mendiang suaminya sekitar Rp 2 miliar.
Jaksa Penuntut Umum Kejari Kabupaten Mojokerto Ari Budiarti menjelaskan KTP palsu tersebut atas nama Handika Susila, mendiang suami Emi. Handika dan Emi menikah secara siri pada 2009. KTP tersebut palsu karena menggunakan NIK milik mendiang Mokhamad Robiadi, warga Desa Watesumpak, Trowulan, Mojokerto.
Dari KTP palsu itu lah, terbit KK yang juga palsu pada 22 Mei 2018. Selanjutnya, Emi meminta bantuan saudaranya mengurus surat kematian Handika di kantor Desa Mojojajar. Lagi-lagi surat kematian yang ditandatangani Kades Mojojajar itu palsu karena Handika meninggal di Kota Malang pada 26 Agustus 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KK dan surat kematian palsu digunakan terdakwa secara aktif untuk mengurus isbat nikah dan pengajuan akta kematian Handika, serta untuk mengurus waris atas nama Handika untuk dibalik nama menjadi milik terdakwa," jelasnya kepada wartawan, Rabu (9/10/2024).
Ari menuturkan, Emi sengaja mengurus isbat nikah menggunakan dokumen palsu agar diakui negara sebagai istri sah mendiang Handika. Sehingga wanita berjilbab ini mempunyai hak untuk mewarisi harta mantan suaminya itu. Yaitu berupa 2 rumah dan 1 mobil Honda CRV yang ditaksir mencapai Rp 2 miliar. Padahal, Handika mempunyai istri sah, Nina Farida. Handika dan Nina menikah pada 1 September 1993.
"Ada potensi (warisan dari Handika) akan dikuasai terdakwa karena ada tindakan yang dilakukannya mengubah status kepemilikan aset rumah dari Handika menjadi atas namanya. Beberapa aset ada upaya itu dan ada yang sudah akan berubah namanya," terangnya.
Emi menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada Selasa (8/10). "Dia kami dakwa dengan pasal 264 ayat (1) KUHP atau pasal 263 ayat (1) KUHP," tegas Ari.
Pengacara istri sah Handika, Eko Arif Muji Antoni menjelaskan, kasus pemalsuan dokumen ini terungkap pada awal 2023. Kala itu, kliennya, Nina dilaporkan Emi ke Polres Mojokerto atas tuduhan bukan istri sah Handika. Dari situ lah pihaknya mulai mengumpulkan bukti indikasi keculasan Emi.
Pertama, buku nikah Emi dan Handika nomor 77 tertanggal 27 April 2022 yang dirilis KUA Kemlagi menurutnya palsu. Sebab Handika meninggal di Kota Malang pada 26 Agustus 2021. Peristiwa nikah yang dicatat KUA adalah pernikahan Emi dengan Handika pada 13 September 2009. Padahal itu pernikahan siri.
"KUA Kemlagi mencatat nikah karena atas perintah Pengadilan Agama Mojokerto. KUA hanya menjalankan perintah pengadilan agama, dia minta tidak dipenjarakan," jelasnya.
Kedua, KTP, KK dan akta kematian palsu atas nama Handika. KTP suami kliennya itu menggunakan NIK milik orang lain, yakni mendiang Mokhamad Robiadi. Data pada KTP palsu itu juga keliru. Karena menyebutkan Handika lahir 13 September 1970, alamatnya di Desa Bolorejo, Kemlagi, Mojokerto. Padahal, Handika tak pernah pindah domisili dari Kota Malang.
"Saya lapor ke Polda Jatim. Kepala Dispendukcapil Mojokerto Amat Soesilo meminta maaf tapi tak mau membatalkan adminduk dokumen palsu tersebut. Akhirnya saya gelar di Kemendagri, disepakati adminduk itu dibatalkan. Itu menjadi dasar kami melaporkan Emi ke Polres Mojokerto pada Oktober 2023," tandasnya.
(abq/iwd)