KDRT Maut di Sumenep gegara Tolak Bercinta, Komnas Perempuan: Femisida

Kabar Nasional

KDRT Maut di Sumenep gegara Tolak Bercinta, Komnas Perempuan: Femisida

Tiara Aliya Azzahra - detikJatim
Selasa, 08 Okt 2024 09:13 WIB
AR, suami penganiaya istri hingga tewas di Sumenep saat diperiksa di kantor polisi
AR, suami penganiaya istri hingga tewas di Sumenep saat diperiksa di kantor polisi (Foto: Ahmad Rahman/detikJatim)
Surabaya -

Komnas Perempuan buka suara pada kasus KDRT yang menewaskan seorang istri di Sumenep. Komnas Perempuan prihatin dan menilai kasus ini sebagai femisida.

Sebelumnya, suami di Sumenep, AR (28) tega menganiaya istinya sendiri, NS (27) hingga tewas. NS dianiaya berkali-kali gegara menolak ajakannya bercinta.

"Kasus ini merupakan femisida dalam relasi intim perkawinan, dan merupakan puncak dari kekerasan KDRT yang dialaminya," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi dilansir dari detikNews, Senin (7/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siti menjelaskan, insiden ini disebut femisida karena pembunuhan dilakukan lantaran peran jenis kelamin atau gendernya yang harus memenuhi kebutuhan seksual dan tidak boleh menolak suami. Selain itu, kekerasan juga dilakukan berulang.

"Disebut sebagai femisida karena pertama dilakukan dengan alasan peran gender perempuan yang harus memenuhi kebutuhan seksual dan tidak boleh menolak suami. Kedua ada riwayat kekerasan sebelumnya," terangnya.

ADVERTISEMENT

Untuk saat ini, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Aturan ini mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku KDRT yang mengakibatkan kematian korban dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 45 juta.

"Di Indonesia memang belum tersedia tindak pidana dengan nama femisida, namun penghilangan nyawa perempuan dapat dijangkau dengan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian," jelasnya.

Menurut Siti, setiap kekerasan, khususnya kekerasan fisik dari KDRT berpotensi femisida. Oleh karena itu, ia mengimbau agar korban segera diberikan bantuan.

"Selain penindakan terhadap pelaku, yang penting diinformasikan kepada publik termasuk keluarga bahwa setiap kekerasan khususnya kekerasan fisik KDRT itu berpotensi femisida. Karenanya ketika terjadi kekerasan, segera berikan bantuan dan dukungan kepada korban untuk segera keluar dari siklus kekerasan," ucapnya.

Sebelumnya, pria di Sumenep berinisial AR (28) menganiaya istrinya sendiri, NS (27), hingga tewas. Penganiayaan itu dilatarbelakangi pelaku kesal karena istrinya menolak berhubungan badan.

Penganiayaan itu terjadi berulang. Pertama kali peristiwa itu terjadi pada Sabtu (22/6/2024) sekitar pukul 11.00 WIB, di rumah mertua korban di Desa Jenangger, Batang-Batang.

Kejadian kedua pada Jumat (4/10/2024) sekitar pukul 01.00 WIB di kamar rumah tersangka di Desa Jenangger, Batang-Batang Sumenep.

"Penganiayaan pertama pada bulan Juni di rumah mertuanya, yang kedua tanggal 4 Oktober kemarin," kata Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, Minggu (6/10/2024).

Korban dipukul di bagian wajah hingga lebam pada bagian mata. Korban juga dicekik. Karena penganiayaan ini, korban sempat dibawa ke rumah sakit. Namun, setelah sembuh, korban kembali ke rumah suaminya.

Namun pada hari Jumat (4/10/2024) penganiayaan terhadap korban terjadi lagi. Korban dipukul menggunakan tangan kanan hingga mata kanan korban memar. Pada Sabtu, 5 Oktober pukul 16.30 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia saat dirawat di Puskesmas Batang-Batang.

Berita ini sudah tayang di detikNews, baca berita selengkapnya di sini!




(irb/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads