"Terdakwa (Dodi) sebagai penyambung lidah atau makelar dari pemilik tanah untuk menjualkan tanah," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kabupaten Mojokerto, Ari Budiarti kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Selasa (16/7/2024).
Dodi menjadi makelar tanah milik Mayuni Sofyan Hadi di Desa Sadartengah, Mojoanyar, Mojokerto. Yaitu tanah seluas 1.488 meter persegi dan 1.484 meter persegi. Oknum PNS asal Perumahan Japan Raya, Desa Japan, Sooko, Mojokerto ini akhirnya menemukan pembeli.
Yaitu Trimudi (48), warga Desa Anggaswangi, Sukodono, Sidoarjo. Tri berencana membeli 2 bidang tanah tersebut untuk dijual kembali dalam bentuk kavlingan. Dodi pun menunjukkan fotocopy sertifikat kedua bidang tanah tersebut kepada Tri.
"Setelah mengecek lokasi tanah, terdakwa dan korban menyepakati harga 2 bidang tanah tersebut Rp 500 juta," jelas Ari.
Dari sini lah, Dodi melancarkan aksi tipu-tipunya. Menurut Ari, oknum PNS Pemkab Jombang ini meminta uang muka kepada korban Rp 100 juta. Padahal, pemilik tanah menghendaki pembayaran kontan tanpa uang muka.
"Saat pembeli ingin bertemu langsung pemilik tanah, dihalangi terdakwa dengan alasan pemilik tanah sedang merawat istrinya yang sakit," terangnya.
Tanpa menaruh curiga, Tri mentransfer uang muka Rp 75 juta ke rekening Dodi pada November 2021. Selanjutnya, Dodi menyerahkan kuitansi palsu kepada korban seolah-olah uang muka sudah diterima Mayuni sang pemilik tanah.
"Duit itu tidak diserahkan kepada pemilik tanah, dia pakai sendiri. Kerugian korban Rp 75 juta," ungkap Ari.
Korban akhirnya melaporkan Dodi ke Polres Mojokerto karena enggan mengembalikan uangnya. Saat ini, kasusnya pada tahap persidangan di PN Mojokerto.
"Kami terapkan dakwaan alternatif pasal 378 atau 372 KUHP," ujar Ari.
Hanya saja, selama persidangan Dodi tidak ditahan. Padahal oknum PNS ini sempat ditahan pada tahap penyidikan. Ari menjelaskan, terdakwa mengalami serangan stroke hingga tak sadarkan diri di Lapas Kelas IIB Mojokerto sekitar 4 hari pasca tahap 2.
Menurut Ari, saat itu pihaknya melarikan Dodi ke RSUD Dr Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto. Sehingga terdakwa sempat diopname sekitar 2 pekan. Setelahnya, pihaknya melakukan pembantaran atau penundaan penahanan sementara terhadap terdakwa karena alasan kesehatan.
"Karena sakit stroke, sehingga kami lakukan pembantaran. Saat ini masih dalam pengobatan," cetusnya.
Mulai hari ini, tambah Ari, majelis hakim memerintahkan agar Dodi menjadi tahanan kota. Terdakwa wajib lapor 2 kali sepekan sekaligus menghadiri setiap tahap persidangan. Saat ini, sidangnya pada tahap pemeriksaan para saksi.
"Karena terdakwa masih dalam pengobatan, hakim tadi memerintahkan menjadi tahanan kota mulai hari ini," tandas Ari.
(abq/iwd)