Seorang anak perempuan 13 tahun menjadi korban pencabulan ayah dan 2 pamannya serta pemerkosaan kakak kandungnya sendiri. Ibu korban tahu jika anaknya menjadi korban asusila.
Namun si ibu tak bisa atau tak berani melapor ke polisi. Mengapa?
Korban sendiri telah menjadi korban pencabulan dan pemerkosaan sejak kelas 3 SD atau saat ia masih berusia 9 tahun. Dan selama itu pula korban tak memberitahu siapapun tentang hal itu karena pelaku masih keluarga sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pada 2 Januari 2024, korban baru berani melapor ke ibunya bahwa alat vitalnya terasa sakit. Namun ibunya saat itu tak berdaya karena mengalami sakit stroke. Ibu korban menceritakan semua itu ke adiknya atau tante korban berinisial SN yang kemudian segera melapor ke polisi.
"Karena ibunya baru diberitahu korban pada tanggal 2 Januari 2024 dan ibunya sempat sakit sehingga tanggal 5 Januari 2024 baru membuat laporan dengan didampingi tantenya adik dari ibu korban," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono kepada detikJatim, Selasa (23/1/2024).
SN, tante korban mengatakan terbongkarnya kasus itu sendiri memang terjadi saat ibu korban sakit stroke. Saat itu korban menemani ibunya di rumah sakit. Usai opname, mereka tak pulang ke rumah di Tegalsari tapi pulang ke rumah susun milik keluarga di kawasan Surabaya Utara.
Di rusun itu, perbuatan cabul ayah, kakak, dan 2 paman korban diketahui. Korban bercerita kepada ibunya. Dalam keadaan sakit, ibunya sempat memanggil suaminya dan meminta kebenaran tentang cerita itu.
"Saat itu ditanya, saya juga kaget, 'kok bisa?', lalu Senin malam tanggal 15 Januari 2024 (4 orang diamankan polisi)," terang SN saat dimintai keterangan ke polisi.
Keempatnya tak bisa berkelit lagi ketika ditunjukkan bukti, keterangan, dan hasil visum korban. Sebab, terdapat luka lecet pada alat vital korban.
Hendro mengatakan sebenarnya para tersangka saling mengetahui aksi bejatnya masing-masing. Namun mereka tak pernah membahasnya saat bertemu maupun bersama keluarga.
"Itu (pencabulan) tidak bersama-sama (dilakukan), waktunya berbeda-beda. Tapi, mereka saling tahu, namun tidak pernah membahas," kata Hendro.
(pfr/iwd)