Enam terduga pelaku pengeroyokan dua pesilat di Jalan Dusun Clangap, Desa Mlirip, Jetis, Mojokerto mengajukan praperadilan. Mereka berpendapat penyidikan, penetapan tersangka, penatapan anak berkonflik dengan hukum (ABH), penyitaan barang bukti, serta penangkapan dan penahanan yang dilakukan Satreskrim Polres Mojokerto Kota, tidak sah.
Keenam pemohon praperadilan rupanya anggota perguruan silat SH Winongo. Pemohon 1 Willy Dhanny Setiawan (25), warga Desa Tangunan, Puri, Mojokerto, pemohon 2 M Rio Alviansyah (20), warga Desa Penompo, Jetis, Mojokerto, pemohon 3 AAP (17), warga Kecamatan Jatirejo, pemohon 4 AJA (15), warga Kecamatan Puri, serta pemohon 5 FMPA (17) dan pemohon 6 MD (16), keduanya warga Kecamatan Jetis.
Sedangkan pihak termohon meliputi Kapolri, Kapolda Jatim, Kapolres Mojokerto Kota, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota, serta Kanit Tipidum dan Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Mojokerto Kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang perdana praperadilan digelar di ruangan Candra, Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto sekitar pukul 09.30-10.10 WIB. Jalannya sidang dipimpin hakim tunggal Syufrinaldi. Para pemohon diwakili kuasa hukumnya, Pidel Kastro Hutapea. Sedangkan para termohon diwakili Kanit Pidum Satreskrim Polres Mojokerto Kota, Ipda Sugianto dan 2 anggotanya.
Hakim pun mengawali dengan penyusunan jadwal sidang praperadilan. Selanjutnya, kuasa para pemohon hanya membacakan bagian kesimpulan yang berisi 12 poin permohonan. Mulai dari tidak sahnya penyidikan, penetapan tersangka, penatapan ABH, penyitaan barang bukti, penangkapan dan penahanan, hingga permohonan ganti rugi dari Satreskrim Polres Mojokerto Kota.
"Tindakan termohon dalam menetapkan pemohon 1 dan pemohon 2 sebagai tersangka tidak mencukupi alat bukti yang sah, serta diduga menggunakan tekanan dan paksaan saat penyidikan," terang Pidel dalam rilis yang diterima detikJatim, Senin (18/12/2023).
Pidel menjelaskan, Willy dan Rio ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Mojokerto Kota pada 30 Oktober 2023. Yaitu berdasarkan surat penetapan tersangka nomor S-Tap/165/X/Res.1.6./2023/Satreskrim dan S-Tap/164/X/Res.1.6./2023/Satreskrim. Di hari yang sama, AAP, AJA, FMPA, dan MD ditetapkan sebagai ABH. Namun, menurutnya keenam pemohon tidak pernah melakukan pengeroyokan maupun penganiayaan terhadap 2 anggota perguruan silat IKSPI di Dusun Clangap pada 30 Oktober 2023 sekitar pukul 01.00 WIB.
Dalam menetapkan Willy dan Rio sebagai tersangka dan menetapkan AAP, AJA, FMPA, dan MD sebagai ABH, lanjut Pidel, penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota tidak memenuhi minimal 2 alat bukti sebagaimana ketentuan pasal 25 Peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Menurutnya, penyidik juga tidak memeriksa 17 rekan para pemohon sebagai saksi. Padahal saat kejadian, mereka selalu bersama.
"Berdasarkan pasal 24 Peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, pemeriksaan konfrontasi saksi korban dengan tersangka bisa dilakukan untuk pembuktian. Kami sudah mengirim surat permohonan pemeriksaan konfrontasi kepada termohon. Namun, tidak pernah direspons," ujarnya.
Pidel juga menyoroti rekonstruksi kasus ini yang digelar Satreskrim Polres Mojokerto Kota pada 4 Desember 2023. Sebab polisi tidak menghadirkan kedua korban. Menurutnya, 2 tersangka dan 4 ABH membantah seluruh adegan dalam reka ulang tersebut. Karena mereka merasa tidak pernah mengeroyok maupun menganiaya korban. Hari itu juga, keenam pemohon mencabut BAP tertanggal 30 Oktober 2023.
"Karena para pemohon merasa tertekan dan terpaksa ketika memberikan keterangan pada saat penyidikan oleh termohon sehingga keterangan para pemohon tertanggal 30 Oktober 2023 tidak benar," cetusnya.
Penyitaan barang bukti dalam kasus ini, kata Pidel, juga tidak sah. Barang bukti meliputi sepeda motor Yamaha NMAX nopol S 6897 PL, 1 ponsel, 1 jaket hoodie hitam milik Willy, 1 ponsel dan kaus Winongo milik Rio, 1 ponsel milik AAP, sepeda motor Honda BeAT nopol S 5840 VI, 1 jaket hoodie hitam, 1 ponsel milik AJA, sepeda motor Honda Vario nopol S 4847 VY, 1 ponsel, 1 jaket milik FMPA, serta sepeda motor Honda Vario nopol S 3095 SH, 1 jaket milik MD.
"Karena penyitaan barang milik para pemohon tersebut tanpa disertai dengan surat perintah penyitaan oleh termohon," ungkapnya.
Terkait indikasi tidak sahnya penyidikan kasus ini, Pidel juga menguraikan alasannya. Menurutnya, penyidik menetapkan Willy dan Rio sebagai tersangka, serta AAP, AJA, FMPA, dan MD sebagai ABH karena pengakuan FMPA. Padahal dalam pengakuannya, FMPA sebatas menjawab pertanyaan penyidik tentang siapa saja yang ia kenal dari 23 pesilat SH Winongo yang ketika itu diamankan di Mapolres Mojokerto Kota.
"Para pemohon dengan sangat terpaksa mengakui perbuatan yang dituduhkan karena mereka dalam keadaan tertekan dan terpaksa atas tindakan termohon yang diduga melakukan intimidasi dan tindakan kekerasan atau ancaman baik secara verbal maupun fisik. Sehingga surat perintah penyidikan harus dinyatakan tidak sah," tegasnya.
Penangkapan yang dilakukan Satreskrim Polres Mojokerto Kota, menurut Pidel, diduga melanggar ketentuan. Ketika itu, keenam kliennya berjalan kaki bersama 17 teman mereka dari Balai Desa Mlirip menuju rumah MD. Sebab konvoi perguruan silat IKSPI yang mereka tunggu tak kunjung melintas. Di tengah perjalanan itulah, 23 pesilat tersebut ditangkap. Polisi meringkus mereka tanpa menunjukkan surat tugas penangkapan maupun surat perintah penyidikan.
"Para pemohon beserta 17 orang temannya dibawa ke Polres Mojokerto Kota tanpa alasan yang jelas dan tanpa diperlihatkan surat perintah penyidikan," terangnya.
Sebab penyidikan sampai penetapan tersangka dinilai tidak sah karena kurang alat bukti, menurut Pidel, penahanan Willy dan Rio juga melanggar peraturan perundang-undangan. Pemohon 1 dan 2 itu ditahan di Rutan Polres Mojokerto Kota sejak 31 Oktober 2023 hingga saat ini. Sehingga ia meminta hakim menyatakan surat penahanan kedua kliennya tidak sah.
"Kami mengirim surat permohonan penangguhan penahanan pada 22 November 2023. Namun, tidak ditanggapi. Termohon menahan pemohon 1 dan 2 tidak sesuai ketentuan hukum, mengabaikan hak asasi manusia para pemohon, serta tidak dengan alasan yang jelas," jelasnya.
Oleh sebab itu, tambah Pidel, Willy dan Rio menuntut ganti rugi dari Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Sebab sebagai pedagang angkringan, sudah 39 hari Willy tidak bisa berjualan sehingga rugi Rp 19,5 juta. Sedangkan Rio sebagai pekerja harian tidak bisa bekerja sehingga rugi Rp 100.000 x 39 hari, Rp 3,9 juta.
"Maka sudah sepatutnya pemohon 1 dan 2 meminta ganti kerugian terhadap termohon sebesar Rp 23,4 juta setelah putusan praperadilan ini dibacakan oleh hakim PN Mojokerto," tandasnya.
Setelah pembacaan permohonan praperadilan, hakim memberi kesempatan kepada pihak termohon untuk menyampaikan jawaban mereka besok, Selasa (19/12). Sejumlah wartawan berusaha mengkonfirmasi Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota AKP Bambang Tri Sutrisno yang melihat langsung jalannya sidang. Namun, Bambang menolak berkomentar.
Pengeroyokan ini menimpa Dimas Wahyu Firmansyah (19), anggota IKSPI warga Desa Sumput, Driyorejo, Gresik. Saat itu, Dimas membonceng temannya, Chandra Ditya dan Salsa menggunakan sepeda motor Honda PCX warna merah W 2099 NBL. Mereka dalam perjalanan pulang dari unjuk rasa di Mapolres Mojokerto, Jalan Gajah Mada, Mojosari pada Minggu (29/10) malam. Mereka baru diserang di Jalan Dusun Clangap setelah berpisah dari rombongan konvoi.
Berdasarkan keterangan Wakapolres Mojokerto Kota Kompol Supriyono ketika jumpa pers 31 Oktober lalu, Willy berperan mengadang korban di Jalan Dusun Clangap pada Senin (30/10) sekitar pukul 01.00 WIB. Ia juga memukili Dimas lebih dari tiga kali, serta membacok korban dengan sebilah pedang. Sehingga Dimas menderita luka bacok di telapak tangan kanan dan kepala belakang.
Rio berperan mengancam korban dan memukuli kepala Dimas lebih dari dua kali. AJA memberi informasi kepada teman-temannya kalu akan melintas rombongan konvoi pesilat lain di Jalan Raya Mlirip. Ia juga dua kali memukul kepala Dimas dan membawa bata merah untuk melempar. MD memukul Chandra satu kali dengan tangan kosong dan membawa benda mirip palu. AAP ikut mencegat laju sepeda motor korban, memukul Dimas satu kali, serta membawa pecahan genting untuk melempar. Sedangkan FMP mekukul pelipis Chandra satu kali.
(abq/iwd)