Fitria Almuniroh Hafidloh Diyanah (23) tewas di tangan mertuanya, Khoiri (52) warga Dusun Blimbing, Desa Parerejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Komnas Perempuan menegaskan peristiwa itu tak boleh terulang lagi.
Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menyebut pencegahan agar tidak terjadi peristiwa serupa, tidak hanya dikhususkan untuk perempuan, tetapi pada siapa pun dan di mana pun.
"Tindakan tersebut adalah tindakan biadab dan tidak berperikemanusiaan yang bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang," kata Maria kepada detikJatim, Minggu (5/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maria berpesan agar dilakukan pencegahan sebelum kejadian yang sama terulang. Salah satunya, ia meminta keamanan lingkungan harus lebih ditingkatkan agar peristiwa yang menimpa Fitria tidak terjadi lagi.
"Langkah yang harus dilakukan antara lain keamanan di lingkungan masyarakat, bahkan kampung-kampung hendaknya ditingkatkan. Selain itu, aparat keamanan juga meningkatkan penjangkauan terhadap akses layanan bagi korban femisida," jelasnya.
Menurut Komnas Perempuan, kasus mertua bunuh menantu di Pasuruan itu termasuk femisida. Sebab, pelaku menganggap korbannya lebih rendah sehingga memberikan perlakuan buruk pada si korban.
"Femisida yaitu pembunuhan terhadap perempuan karena adanya kebencian, ketidaksetaraan, subordinat, dan menganggap rendah korbannya," terang Maria.
Seperti diberitakan, Fitria yang sedang hamil 7 bulan dibunuh mertuanya dengan cara digorok lehernya hingga tewas. Korban dibunuh karena menolak diajak berhubungan intim dengan Khoiri.
Fitria berteriak, sehingga Khoiri panik dan ketakutan. Khoiri lantas mengambil pisau di dapur dan melancarkan aksinya. "Kasus femisida umumnya sebelum terjadi pembunuhan korban mengalami kekerasan berlapis," pungkasnya.
(irb/iwd)