Susanto, terdakwa kasus dokter gadungan yang melamar di rumah sakit PT Pelindo Husada Citra (PHC) akhirnya menerima ganjaran yang dilakukannya. Susanto divonis pidana penjara 3 tahun 6 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Susanto bin Samuyi telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan penipuan. Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 3 tahun 6 bulan penjara," kata , Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Tongani membacakan amar putusannya di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (4/10/2023).
Vonis yang dijatuhkan terhadap Susanto lebih ringan 6 bulan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Susanto pidana penjara yakni 4 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim mempunyai pertimbangan vonis Susanto lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebab memski telah terbukti bersalah, Susanto mempunyai tanggungan keluarga.
"Setelah mendengar dan mengetahui, kami bermusyawarah. Menimbang bahwa, setelah mendengar saksi-saksi di persidangan, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dalam persidangan, serta nota pembelaan terdakwa secara tertulis dan menyampaikan agar menjatuhkan hukuman seringan-ringannya karena masih mempunyai keluarga, istri, dan anak," kata hakim Tongani.
Mendengar vonis tersebut, Susanto menilai hukumannya masih terlalu berat. Untuk itu, ia tetap memelas minta keringanan hukuman lagi. Namun majelis hakim tetap pada pendiriannya dengan vonis 3 tahun 6 bulan karena hal itu sudah ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ugik Ramantyo.
"Sudah dikabulkan ya permintaannya terkait keringanan hukumannya, dari tuntutan 4 tahun menjadi 3 tahun 6 bulan. Tapi meski begitu, terdakwa bisa mengajukan banding. Karena belum inkrah, terdakwa punya waktu pikir-pikir, menerima, atau banding selama 7 hari. Apabila tidak menjawab, maka dinyatakan menerima putusannya," ujar Tongani.
Susanto kemudian meminta waktu untuk menjawab apakah akan banding atau menerima putusan tersebut. Setidaknya, akan disampaikan pada pekan depan. Senada, jaksa Ugik Ramantyo juga masih akan pikir-pikir dengan vonis yang dijatuhkan hakim.
Menanggapi vonis Susanto, pakar hukum pidana dari Universitas Airlangga I Wayan Titib menyampaikan bahwa vonis hakim merupakan kewenangan dari majelis hakim yang tidak dapat diintervensi dengan kekuasaan apapun di luar kekuasaan kehakiman.
"Keputusan hakim itu kan berdasarkan pada keyakinan. Keyakinan hakim atas fakta-fakta hukum yang tersaji di persidangan dikaitkan dengan perbuatan pidananya," ujar Wayan.
Menurutnya, hakim harus benar-benar jeli dalam mempertimbangkan pendapat dari jaksa advokat, maupun pendapat dari saksi-saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami kejadian itu.
Dalam hal ini, Susanto juga memiliki rekam jejak residivis atau pernah terjerat perkara yang sama, tidak menyesali perbuatannya, meresahkan masyarakat, dan telah menikmati hasil tindak pidana hingga berpotensi meninggalkan derita bagi masyarakat.
Wayan mengakui rekam jejak demikian seharusnya bisa menjadi alasan bagi hakim untuk memperberat hukuman Susanto. Tetapi dalam kasus Susanto, hakim justru menjatuhkan vonis yang lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa.
"Ya, kembali lagi itu kewenangan majelis hakim. Tentu hakim punya pertimbangan lain dalam memutuskan vonis demikian," tandas Wayan.
Diketahui, Susanto telah mengikuti tes, verifikasi dan wawancara oleh dokter dari PT Pelindo Husada Citra (PHC). Kemudian, ia dinyatakan lulus dan dipekerjakan melakukan perjanjian kerja dengan waktu tertentu (PKWT) di Cepu, Jateng.
(abq/iwd)