Nurhadi, Jurnalis Tempo yang dianiaya polisi telah mendapatkan restitusi sesuai dengan keputusan pengadilan. Dia telah mendapatkan ganti kerugian dari keluarga terpidana atau yang mewakili.
Pantauan detikJatim di Kejari Tanjung Perak Surabaya, Nurhadi didampingi Jaksa Yulistiono dari Kejati Jatim menghadiri penyerahan dan penandatanganan secara simbolis pemberian restitusi itu. Nurhadi menerima Rp 13.819.000, sementara korban lainnya Fahmi menerima Rp 21.650.000.
Yulistiono mengatakan setelah eksekusi tersebut masih ada tanggungan dari terpidana sesuai besaran yang ditentukan majelis hakim. Setelah itu pihaknya menghubungi LPSK dan korban untuk mengundang para pihak agar bertemu di ke Kejari Tanjung Perak untuk serah terima secara simbolis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk pembayaran sudah dilakukan 3 Oktober 2023 lalu, sudah ditransfer ke rekening LPSK yang dibuat BNI sesuai besaran pengadilan," kata Yulistiono saat dikonfirmasi awak media di Kejari Tanjung Perak Surabaya, Rabu (4/10/2023).
Ia memastikan pembayaran restitusi dilakukan secara tanggung renteng. Baik ke Nurhadi maupun ke Fahmi. "Iya (tanggung renteng) untuk 2 korban. Sementara terpidana masih menjalani pidana," imbuhnya.
Yulistiono mengatakan perkara Nurhadi dan Fahmi adalah yang pertama bagi jurnalis. Ia berharap tak terulang kembali. "Memungkinkan (restitusi) juga ya (bila terjadi kasus serupa)," tuturnya.
Sementara, Nurhadi sendiri menyampaikan terima kasih kepada polisi, kejaksaan, dan PN Surabaya yang menangani kasus ini hingga tuntas. Begitu juga kepada sejumlah pihak yang telah mendukungnya.
Para pihak yang dimaksud adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Kontras Surabaya serta awak media yang mendukung hingga kasus ini inkrah.
![]() |
"Ke depan, saya harap jangan ada kekerasan lagi terhadap jurnalis oleh polisi. Karena dia seharusnya mengayomi dan ada undang-undang, begitu juga jurnalis saat bekerja dan melakukan kerja-kerja jurnalistik, teman-teman media dilindungi oleh undang-undang," katanya.
Jurnalis yang akrab disapa Hadi itu menegaskan kerugian yang diderita sebenarnya tak bisa dihitung dengan rupiah. Mulai dari kerusakan alat kerja seperti ponsel dan sejumlah data penting dari hasil peliputan.
"Karena banyak bahan liputan dan saya tidak bisa melakukan peliputan. Itu tidak ternilai sebenarnya. Sejak ikut LPSK, hampir 1 tahun saya tidak bekerja, pendampingan juga saya terlindung karena ke mana-mana diantar LPSK," beber dia.
Sementara, perwakilan dari LPSK Nuryanto Wicaksono menuturkan tugasnya untuk mengawal kasus itu sejak awal telah rampung. Namun, ia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Polda Jatim dan Kejati Jatim, serta PN Surabaya atas adanya restitusi ini.
"Kami harap kasus-kasus lain terhadap kekerasan jurnalis mengikuti kasus Nurhadi, di mana ada restitusi di situ, dan ini hak korban-korban tindak pidana dan kami harap yang lain juga serupa," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama Ketua AJI Surabaya Eben Haezer mengungkapkan bahwa restitusi ini adalah garis akhir dari advokasi yang dilakukan AJI terhadap jurnalis Tempo Nurhadi.
"Terima kasih kepada polisi, kejaksaan, dan pengadilan, karena 2,5 tahun ini menjadi catatan penting tentang kekerasan jurnalis di Indonesia. Kami harap tidak terulang lagi, termasuk berbicara soal restitusi yang oleh hakim tidak mempertimbangkan hilangnya masa kerja korban," tutupnya.
(dpe/iwd)