Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) menyebut, ada sanksi tegas bagi pihak yang memicu kebakaran di kawasan konservasi. Sanksi tersebut mengacu pada UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Seperti diketahui, kebakaran Gunung Bromo dipicu ulah flare rombongan prewedding yang akhirnya menghanguskan 504 hektare kawasan TNBTS.
Pakar hukum Universitas Brawijaya (UB) Fachrizal Afandi mengatakan, UU konservasi itu memang dimungkinkan untuk menjerat para pihak yang memicu kebakaran di Gunung Bromo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa (untuk menjerat para pemicu kebakaran). 33 ayat 1 jo 40 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dengan ancaman pidana 10 tahun," ujarnya saat dihubungi detikJatim, Senin (18/9/2023).
Namun, Fachri menyarankan agar polisi bisa melakukan pendalaman lagi terkait kemungkinan adanya unsur kesengajaan terhadap apa yang dilakukan tersangka AW, manajer WO prewedding hingga mengakibatkan kebakaran di Gunung Bromo.
"Sejauh ini tersangka dianggap lalai dan kurang hati-hati. Tapi ada kemungkinan, saya kira kalau musim panas di Bromo itu tahu kalau menghidupkan flare bisa membakar. Potensi kebakaran akan sangat tinggi, nah itu menurut saya tidak bisa disebut lalai," terangnya.
"Menurut saya penyidik atau polisi harus membuka kemungkinan ada kesengajaan dengan sadar kemungkinan. Sengaja sadar kemungkinan kalau dia hidupkan flare nanti ada kemungkinan terbakar," sambungnya.
Ia menerangkan, jika dari kacamata hukum ada 3 bentuk kesengajaan. Mulai dari, Sengaja sadar kepastian, sengaja sadar kemungkinan dan sengaja sebagai maksud. Ketika melihat kasus kebakaran Bromo ini dinilai Fachri ada unsur sengaja sadar kemungkinan.
"Sadar kemungkinan yang dimaksud itu, ketika yang bersangkutan sadar kalau menghidupkan flare ada potensi membakar Bromo dan pada saat kejadian potensi terjadi. Itu kita bedakan dengan lalai. Disebut lalai itu karena sudah hati-hati betul tapi terjadi," ungkapnya.
Ketika ditemukan unsur sengaja sadar kemungkinan, tersangka bisa dijerat dengan pasal 36 angka 19 Perpu Cipta Kerja yang mengubah pasal 78 ayat 4 UU Kehutanan.
Di mana di dalam pasal itu menyebut, setiap orang yang dengan sengaja membakar hutan (termasuk taman nasional), diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 7,5 miliar.
Sebelumnya, dalam kasus kebakaran Gunung Bromo ini, polisi telah menetapkan Andrie Wibowo Eka Wardhana (41) asal Kabupaten Lumajang sebagai tersangka. Dia adalah manajer atau penanggung jawab Wedding Organizer yang disewa oleh calon pengantin asal Surabaya yang turut serta dalam rombongan itu.
Ia dijerat dengan Pasal 50 ayat 3 huruf D juncto Pasal 78 ayat 4 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b juncto Pasal 78 ayat 5 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PP pengganti UU RI 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan/atau Pasal 188 KUHP.
Lima orang lainnya masih berstatus saksi, di antaranya pasangan pengantin Hendra Purnama (39) pengantin pria asal Kelurahan Kedungdoro, Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya dan pengantin wanita Pratiwi Mandala Putri (26) asal Kelurahan Lrorok Pakjo, Kecamatan Ilir Barat 1, Kota Palembang.
Lalu MGG (38) selaku kru prewedding asal Kelurahan Kedungdoro, Kecamatan Tegalsari Kota Surabaya, ET (27) crew pre wedding asal Kelurahan Klampis Ngasem, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya dan ARVD (34) selaku juru rias asal Kelurahan/Kecamatan Tandes, Kota Surabaya.
(hil/dte)