Seorang pelajar SMPN 1 Kemlagi Mojokerto berinisial AB (15) dan AD (19) tega membunuh teman sekelasnya AE (15). Tak hanya membunuh, korban juga diperkosa, lalu ponsel dan kendaraannya dibawa lari pelaku.
Mayat AE dimasukkan karung dan ditemukan di dalam parit bawah rel kereta api Desa Mojoranu, Sooko, Mojokerto. Kondisi mayat tersebut sudah rusak dan diduga sudah lama berada di tempat pembuangan.
Praktisi psikolog klinis dan forensik Surabaya, Riza Wahyuni SPsi MSi buka suara soal kejadian ini. Menurutnya, banyak faktor yang mempengaruhi anak berperilaku nakal hingga melanggar peraturan. Salah satunya, faktor dari dalam rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa anak-anak mengalami problem di sosial, mereka sebenarnya rata-rata punya masalah di dalam rumah. Apapun yang terjadi pada anak di luar rumah yang bertanggung jawab adalah kondisi dalam rumah," kata Riza saat dihubungi detikJatim, Rabu (14/6/2023).
Psikolog, Praktisi Perlindungan Perempuan dan Anak Jatim ini mengatakan, peran keluarga, pengasuhan, pendampingan dan bagaimana pola asuh yang diberikan, menjadi contoh bagi anak-anak. Hal ini akan dipelajari dan menjadi pedoman anak dalam berperilaku.
Jika di dalam rumah ia sering mendapatkan kekerasan, tidak mendapatkan perhatian, posisi selalu dibanding-bandingkan hingga selalu dianggap salah, ini tentu membuat anak menjadi stres.
Ia menyebut tingkat stres anak pun bermacam-macam. Ada yang berbentuk problem kesehatan mental atau bisa dilampiaskan dalam berperilaku. Terlebih, pada perilaku yang melanggar norma sosial.
Bentuk kemarahan yang tidak bisa disampaikan di dalam rumah, bisa menjadi pemicu kemarahan di luar. Seperti kekerasan atau melakukan hal negatif. Hal ini bisa menjadi lebih buruk jika ditambah pengaruh dari dunia maya yang tak terkontrol.
"Bisa mempengaruhi kesehatan mental, perilaku mereka. Sedangkan mental anak-anak bisa depresi. Belum lagi ditambah tayangan di gadget yang nggak bisa dikontrol, itu juga memperparah kondisi yang terjadi kepada anak," ujarnya.
Sementara soal pondasi agama, juga kembali pada bagaimana orang tua memberikan pendampingan pendidikan. Baik pendidikan normatif, agama hingga spiritual.
"Bagaimana lingkungan sosial, membentuk perilaku anak yang tidak sehat. Misalnya kondisi stres, ketemu teman yang suka minum alkohol dia akan menjadi peminum, bertemu teman yang suka melakukan kekerasan, dia bisa menjadi pelaku kekerasan, bertemu teman yang nyabu dia bisa menggunakan sabu," jelasnya.
Usai berada di kondisi tersebut, lalu saat dipicu suatu hal sepele, sang remaja bisa kebakaran lantaran bersumbu pendek. Seperti kasus AE yang dipicu karena menagih iuran kepada AD. Hal itu bisa menjadi pemicu atau pencetus.
"Tapi sebenarnya problem agresifitas sudah ada di dalam diri yang terbentuk dalam keluarga," katanya.
Lalu, bagaimana cara anak agar tidak menjadi pelaku atau korban kekerasan, pembunuhan hingga pemerkosaan. Riza menyebut ada dua hal, yakni pengasuhan keluarga dan lingkungan anak.
"Pertama bagaimana pengasuhan dalam keluarga menjadi hal penting. Pada semua pihak bahwa anak-anak lakukan yang terbaik, tumbuh kembang tolong diperhatikan. Edukasi kepada masyarakat terkait pengasuhan yang tepat sebagai upaya pencegahan terhadap anak penting. Bagaimana harmonisasi dalam keluarga menjadi bahan pertimbangan bagaimana anak-anak. Bahagia dengan dunianya dan usia," urainya.
"Kedua, menciptakan lingkungan yang ramah anak. Baik lingkungan sekitar maupun pendidikan," pungkasnya.
(hil/iwd)