Owner FHD Enterprise Fahruddin Ulwy mengatakan pihaknya sudah melakukan proses refund sejak November dan hingga kini sudah berjalan 70 persen. Namun refund tidak bisa langsung, tetapi dalam proses bertahap.
Bahkan pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan salah satu pelapor, yakni Khayatul Mahki terkait pengembalian uang tiket konser. Ia sudah menjelaskan proses refund bertahap dan merujuk pada sistem base data.
"Saya sudah jelaskan ke pelapor bahwa di sistem harus bertahap, tetapi kami janjikan refund berjalan. Sejak awal pelaksanaan hingga saat ini, proses refund yang dilakukan oleh FHD Enterprise sudah berjalan 70 persen. Dari total global semua ada 13 ribu sekian tiket yang harus kami refund dari empat kota, Sidoarjo, Madiun, Blitar, dan Mojokerto. Itu sudah berjalan dari bulan November sampai sekarang," kata Fahruddin kepada wartawan di kantor FHD Enterprise Jalan Comal Surabaya, Selasa (18/4/2023).
Pada 15 April 2023, Udin baru mengetahui jika ia dilaporkan oleh Khayatul Mahki karena dugaan tidak melakukan refund uang konser. Polresta Blitar juga membenarkan adanya laporan tersebut.
Setelah mengetahui laporan itu , Udin mengecek data pengembalian uang tiket konser Dewa 19 yang batal digelar di Kota Blitar. Udin mengaku mendapati bahwa uang refund Mahki sebenarnya sudah dibayarkan secara utuh sebesar Rp 440 ribu.
"Dia beranggapan saya belum melakukan refund sama sekali, tetapi saya sudah mulai melakukan refund sejak November secara bertahap. Dia melaporkan saya tanggal 15 April 2023. Bukti transaksi refund ada semua. Pokoknya tulisannya itu "Refund Dewa 19"," jelasnya.
Udin menegaskan pihaknya juga sudah melakukan refund uang tiket konser Rp 12 juta kepada salah satu penonton yang mengalami kerugian. Sebab satu nama tersebut pada data memang melakukan pembelian tiket paling banyak, yakni sekitar 50 tiket lebih. Transaksi pengembalian refund ada keterangan "Refund Dewa 19".
Terkait alasan pembatalan konser sendiri, Fahruddin mengatakan hal itu didasari adanya tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022 lalu. Karena lokasi yang digunakan kemarin itu kebetulan juga lapangan milik Angkatan Darat di Yonif 511.
"Kebijakan yang muncul itu ada surat edaran terkait pembatalan, karena untuk fasilitas militer tidak bisa digunakan untuk kegiatan umum, pasca Kanjuruhan. Kemudian kami mendapatkan opsi pemindahan lokasi konser di alun-alun kota yang rencananya digelar tanggal 7 Desember 2022," ujarnya.
"Kami dapat lampu hijau, diperbolehkan menggunakan alun-alun dengan syarat, perawatan rumput, alun-alun ditutup seng keliling, kebersihan. Itu sudah kami sanggupi," tambahnya.
Namun, H-5 konser pihaknya mendapat surat pemberitahuan dari Pemkot Blitar atas nama wali kota yang didisposisikan kepada sekda setempat terkait pembatalan konser. Dimana konser tidak diberi izin.
"Tetapi pada H-5, tiba-tiba kami mendapatkan surat bahwa Pemerintah Kota Blitar tidak mengizinkan karena fasilitas alun-alun tidak bisa digunakan untuk konser musik berbayar," katanya.
Sementara kuasa hukum FHD Enterprise, Billy Handiwiyanto menyayangkan laporan tersebut. Terlebih laporan yang menyatakan pihak kliennya belum mentransfer uang salah satu korban sebesar Rp 12 juta.
"Itu sudah kami paparkan bahwa transfer Rp 12 juta sudah dilakukan penuh. Kami menyayangkan di dalam laporan menyatakan belum ditransfer, cuma fakta yang kami temukan justru sebaliknya. Kami menyayangkan itu," kata Billy.
Menurut Billy, ketidaksinkronan laporan dengan fakta yang ada memiliki konsekuensi di mata hukum. Pelapor pun diminta untuk melakukan klarifikasi sebelum pihaknya mengambil langkah hukum.
(esw/iwd)