Direktur pabrik baja PT Sinar Pembangunan Abadi (SPA), Ronny Widharta (43) dituntut 3,5 tahun penjara karena diduga mengemplang pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 2,5 miliar. Jaksa penuntut umum (JPU) juga menuntut pengusaha asal Kelurahan Semolowaru, Sukolilo, Surabaya ini membayar denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan penjara.
Sidang pembacaan tuntutan terhadap Ronny digelar di Ruangan Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto sekitar pukul 13.43-13.48 WIB. Terdakwa hadir di ruang sidang didampingi tim penasihat hukumnya, yakni R Fauzi Zuhri Wahyupradika, Berton Sitanggang dan Muhammad Rizky Eka Putra.
Sidang ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Jenny Tulak. Materi tuntutan dibacakan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Geo Dwi Novrian. Jaksa meminta majelis hakim agar menghukum Ronny dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan kurungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena jaksa menilai Ronny bersalah melakukan tindak pidana pasal 39 ayat (1) huruf d atau pasal 39 ayat (1) huruf i UU RI nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU RI nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU RI nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Yaitu terdakwa mengemplang PPN Rp 2.509.314.426.
Merespons tuntutan JPU, Penasihat Hukum Ronny, R Fauzi Zuhri Wahyupradika menyatakan akan mengajukan pledoi pada sidang berikutnya. Menurutnya, apa yang dilakukan kliennya tidak membayar PPN Rp 2.509.314.426 tahun 2013 bukanlah perbuatan pidana. Seharusnya kasus ini masuk ranah perdata karena sebatas kurang membayar pajak.
"Sudah disampaikan ahli kami dari Unair, ini tanggung jawab kurator. Karena walaupun di tahun 2013, tagihan itu baru muncul pada saat pemeriksaan di tahun 2020. Kenapa tidak diperiksa tahun 2014 atau 2015, ada apa? Kalau baru diperiksa PPNS Kanwil Ditjen Pajak Jatim II tahun 2020, harusnya mereka tidak tutup mata kalau tahun 2019 sudah terjadi pailit," kata Fauzi kepada wartawan di PN Mojokerto, Selasa (21/3/2023).
Berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada PN Surabaya 19 Desember 2019, PT Sinar Pembangunan Abadi maupun Ronny dinyatakan pailit. Dalam putusan ini pula disebutkan penunjukan Sifa Urosidin sebagai hakim pengawas kepailitan, serta Didit Wicaksono dan Andika Hendrawanto sebagai kurator kepailitan.
Fauzi menjelaskan, sejak PT SPA dan Ronny dinyatakan pailit, kewajiban melunasi tunggakan PPN maupun utang-utang lainnya berada di tangan kurator. Sebab kliennya tak lagi mempunyai hak terhadap semua aset perusahaan yang pailit tersebut.
Sebagai penasihat hukum Ronny, pihaknya sudah melayangkan surat kepada kurator pada 22 Februari 2023. Dalam surat tersebut, pihaknya meminta kurator melunasi tunggakan PPN Rp 2.509.314.426. Harapannya dengan pelunasan tersebut, kliennya bebas dari pidana sesuai ketentuan pasal 44b UU RI nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
"Niatnya persidangan ini memenjarakan orang atau membayar kerugian negara? Kalau niatnya membayar kerugian negara, harusnya dimunculkan surat tagihan (tunggakan PPN) yang dikoordinasikan dengan kurator. Kalau tujuannya memenjarakan orang, berarti persidangan ini membiarkan kerugian negara diganti sama orang yang masuk penjara," jelasnya.
Kasipidsus Kejari Kabupaten Mojokerto Rizky Raditya Eka Putra menjelaskan, pihaknya menuntut Ronny 3,5 tahun penjara karena terdakwa belum mengembalikan PPN yang dikemplang sama sekali. Sedangkan denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan penjara sudah sesuai SOP, yakni denda 2 kali lipat dari PPN terutang.
Rizky juga menjawab statemen penasihat hukum Ronny tentang kewajiban membayar tunggakan PPN Rp 2.509.314.426 menjadi tanggung jawab kurator sejak PT SPA dan terdakwa dinyatakan pailit tahun 2019.
"Dalam putusan MK, pailit tidak menghapuskan kewajiban membayar pajak. (Kewajiban membayar tunggakan PPN) Tetap Si Ronny. Yang bersangkutan sudah diberitahu ada tagihan pajak jauh sebelum pailit, tapi tidak diindahkan oleh Ronny. Pailit tahun 2019, tahun 2016 sudah ditagih," tandasnya.
Penyelidikan dan penyidikan kasus ini dilakukan Kanwil Ditjen Pajak Jatim II pada 2020. Berdasarkan audit mereka, penggelapan PPN dilakukan Ronny pada periode Januari-Februari dan Mei-Desember 2013.
Sebagai Direktur PT SPA di Jalan Raya Desa Perning, Jetis, Kabupaten Mojokerto, Ronny seharusnya membayar pajak dari setiap transaksi penjualan produk baja. Besaran PPN yang harus disetorkan ke negara 10 persen dari nilai penjualan.
Namun, Ronny tidak pernah membayar PPN dari penjualan baja selama periode Januari-Februari dan Mei-Desember 2013. Sehingga menimbulkan kerugian terhadap pendapatan negara dari perpajakan Rp 2.509.314.426.
Rizky menjelaskan penanganan kasus penggelapan PPN ini berjalan lama sebab Kanwil Ditjen Pajak Jatim II lebih dulu menempuh jalur persuasif. Mereka memberi kesempatan kepada Ronny untuk melunasi tunggakan pajak.
Ronny lantas ditetapkan sebagai tersangka pada September 2021. Direktur PT SPA ini sempat kabur. Ia baru ditahan 1 November 2022. Tersangka dan barang bukti dilimpahkan ke Kejari Kabupaten Mojokerto pada 7 Desember 2022.
(dpe/iwd)