Dalam sidang tersebut Haris mengaku tetap tak bersalah sesuai dengan pledoi yang dibacakan sebelumnya. Pertama ia menyebut soal regulasi keamanan dan keselamatan. Sebagai ketua Panpel Arema FC ia mengaku tak menerima regulasi tersebut.
Menurutnya, kepolisian dan PSSI terlambat memberikan regulasi sehingga pecah Tragedi Kanjuruhan. Ia lalu menyebut jika ada regulasi yang disampaikan, maka tragedi tak akan terjadi.
Ia lalu menyinggung penembakan gas air mata yang terjadi di tribun dan menyebabkan tumpukan massa suporter. "apakah ini ini tanggung jawab kami? Atas peristiwa yang terjadi yang disebabkan oleh ketidakjelasan dari sistem yang berlaku?" kata Haris di ruang Cakra PN Surabaya, Kamis (23/2/20023).
Sedangkan mengenai permasalahan tiket, ia menyebut sudah sesuai regulasi dan tidak ada permasalahan. Karena tiket yang dijual sudah melalui persetujuan dan konfirmasi dengan Kapolres Malang yang Bertanggung Jawab Soal Keamanan.
Tak hanya itu, manager ticketing pun sudah dipanggil secara langsung dan sudah diperbolehkan untuk menjual tiket. Hasilnya, tidak ada komplain dan terdakwa meyakini semua sudah sesuai prosedur.
"Kesalahan saya dimana soal tiket? Pertandingan aman, penonton tidak ada komplain, penonton juga bisa berjoget-joget (menikmati pertandingan)" ucap Haris.
Haris lantas menjelaskan soal pintu stadion yang terkunci. Ia menyebut sebagai panpel pihak penyewa, telah meminta kunci pintu, namun kunci dari pintu tersebut tidak pernah diberikan kepada pihak penyelenggara sampai jalannya pertandingan.
Sedangkan dirinya sebagai penyewa tidak punya hak untuk memaksa. Apabila dari pihak stadion enggan menyerahkan kunci tersebut.
Haris lalu mengungkapkan hasil autopsi dari yang disebut bahwa korban bukan meninggal karena masalah tiket. Tapi karena gas air mata. Ia lalu menyebut tim autopsi forensik enggan menjawab mengenai berapa lama senyawa dari gas air mata akan bertahan di tubuh korban yang sudah dimakamkan.
"Demi Allah, anak saya meninggal karena gas air mata. Bukan karena tiket," ucap Haris menirukan keluarga korban kepadanya saat itu.
Ia lalu memohon keadilan hakim karena peristiwa tersebut terjadi akibat ketidakjelasan sistem serta semata-mata karena gas air mata, bukan karena tiket. Haris sepenuhnya yakin terhadap majelis hakim akan bertindak adil sesuai hati nuraninya dan fakta yang ada.
Sebab ia mengaku sejak awal telah menjadi kambing hitam atas Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang itu. Ia pun mengaku apa yang dialaminya merupakan paling berat buat dirinya dan keluarganya.
"Ya ini adalah hukuman yang paling berat buat saya, keluarga saya, dan teman-teman. Tapi, biarlah publik yang menilai, saya yakin tidak bersalah, saya membantu dalam melaksanakan itu karena yang punya 'gawe' besar nasional adalah PSSI dan LIB," kata Haris.
Usai menjalani sidang duplik ini, hakim lalu mengatakan kepada Haris masih ada upaya-upaya lain yang dapat ditempuh. Sedangkan persidangan akan ditunda selama 2 minggu atau kembali digelar pada Kamis, 9 Maret 2023.
(abq/iwd)