Babak Baru Perkara Nikah Beda Agama, PN Surabaya: Hakim Tak Bisa Dipidana

Babak Baru Perkara Nikah Beda Agama, PN Surabaya: Hakim Tak Bisa Dipidana

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Rabu, 18 Jan 2023 20:42 WIB
Pengadilan Negeri Surabaya
Pengadilan Negeri Surabaya. (Foto: Amir Baihaqi/detikJatim)
Surabaya -

Sidang gugatan atas penetapan pernikahan beda agama di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memasuki babak baru. PN Surabaya selaku tergugat mengajukan alat bukti yang memperkuat penetapan atau pengesahan pernikahan beda agama yang telanjur diberikan, bahwa hakim yang telah mengeluarkan keputusan persidangan tidak bisa dipidana atau digugat secara perdata.

PN Surabaya selaku pihak tergugat menyampaikan itu alat bukti Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 9/1976 sebagai fakta persidangan. Dalam SEMA itu dinyatakan bahwa hakim tidak bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum terhadap putusan yang telah dibuat. Dengan begitu, dalam menjalankan tugasnya hakim tidak bisa dipidana atau digugat secara perdata.

Bachtiar selaku kuasa hukum penggugat penetapan pernikahan beda agama membenarkan alat bukti tersebut. "Dalam SEMA itu diterangkan bahwa MA meminta agar PN (Pengadilan Negeri) atau PT (Pengadilan Tinggi) dalam menghadapi gugatan dalam pelaksanaan tugasnya agar ditolak," kata Bachtiar kepada detikJatim, Rabu (18/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, ia mengaku tidak mengapa. Ia mengaku hanya perlu menanti tanggapan dan pembuktian dari para pihak yang turut menjadi tergugat lainnya. Terutama dari Dispendukcapil Kota Surabaya.

"Sidang berikutnya agenda pembuktian dari Turut Tergugat II, Dukcapil Surabaya," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, PN Surabaya sendiri tak menanggapi lebih detail perihal itu. Pihaknya hanya menyampaikan alat bukti SEMA saja dalam persidangan yang digelar di Ruang Tirta, PN Surabaya secara offline itu.

Sebelumnya, PN Surabaya memberikan penetapan atau mengabulkan permohonan pasutri beda agama, RA dan EDS pada 26 April 2022 dengan Nomor 916/Pdt.P/2022/PNSby. Hal itu dilakukan usai pemohon mengajukan permohonan pernikahan beda agama pada 13 April 2022 silam.

Berdasarkan pengakuan keduanya dalam persidangan di PN Surabaya, permohonan itu dilayangkan usai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak berkas yang diajukan. Hal itu menjadi faktor yang menjadi pertimbangan hakim Imam Supriadi di PN Surabaya dalam persidangan. Keputusan itu menuai beragam tanggap dan penolakan dari sejumlah pihak. Termasuk munculnya gugatan perihal dugaan perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan data yang diperoleh detikJatim dari website resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, ada gugatan dengan nomor perkara 658/Pdt.G/2022/PN Sby. Gugatan itu didaftarkan pada 23 Juni 2022 oleh 4 orang penggugat dengan tergugat tunggal PN Surabaya. Perihal itu dibenarkan Humas PN Surabaya, Suparno. Ia mempersilakan siapa pun untuk melakukan upaya hukum bila memang merasa dirugikan.

"Monggo pengadilan tidak boleh menolak (gugatan/permohonan)," kata Suparno saat dikonfirmasi, Senin (27/6/2022) silam.

Dalam gugatan itu PN Surabaya bukan sagu-satunya pihak yang digugat meski berstatus sebagai tergugat tunggal. Dalam data SIPP, ada pula tergugat lainnya, di antaranya Persekutuan Gereja Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia, hingga Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya.

Dalam gugatannya penggugat memohon majelis hakim untuk mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Serta, menyatakan tergugat utama dalam hal ini PN Surabaya melakukan perbuatan melawan hukum hingga menghukum tergugat dan turut tergugat I untuk membatalkan putusan perkara Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby untuk seluruhnya.

Kendati menimbulkan beragam reaksi dan cuitan, Suparno menyatakan hakim yang memeriksa dan menetapkan perkara itu di PN Surabaya telah memiliki sejumlah pertimbangan. Bahkan apa yang telah diputuskan mengenai permohonan pernikahan beda agama itu sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada.

"Gugatan yang diajukan nanti biarlah majelis hakim yang ditunjuk ketua PN Surabaya yang memeriksa dan memutuskan perkara tersebut," ujarnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads