Polisi menetapkan Wulan (32), ibu kandung yang menyiksa anaknya AP (6) hingga tewas sebagai tersangka. Lipah (19), teman Wulan yang sering ikut menganiaya AP juga dijadikan tersangka. Apa yang dilakukan Wulan sama sekali tak mencerminkan citra ibu yang penuh kasih sayang.
Wulan dan Lipah menganiaya AP dengan berbagai cara. Dari memukul, melempar dengan benda, hingga memukulkan benda-benda keras hanya karena menganggap sang Anak lelet atau sering salah saat disuruh melakukan sesuatu.
Kalau AP menangis ketika dipukul kedua tersangka malah menganiaya korban lebih intens. Anak perempuan itu justru akan mendapatkan lebih banyak pukulan bila menangis hingga anak itu benar-benar terdiam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya AKP Arief Ryzki Wicaksana mengatakan bahwa kedua tersangka memukul hampir seluruh bagian tubuh AP. Mulai dari tangan, kaki, hingga kepala bagian belakang.
"Mukulnya pakai gitar, gagang sapu, sampai sandal," kata Arief dalam konferensi pers dengan menghadirkan kedua tersangka, Kamis (24/11/2022).
Pernyataan Arief itu tidak disangkal oleh Wulan maupun Lipah. Mereka mengakui kerap melakukan penganiayaan kepada bocah perempuan yang seharusnya sedang senang-senangnya bermain itu.
"Dia (AP) sering menangis kalau saya suruh apa saja," kata Wulan.
Tapi bukan itu alasan utamanya. Wulan menganiaya anaknya karena dendam kesumat yang sebenarnya dia alamatkan kepada keluarganya yang menyebut AP anak haram, hasil hubungan gelap Wulan dengan mantan suami sirinya.
"Saya emosi dibilang keluarga anak saya ini anak haram. Padahal suami saya yang pertama meninggal, lalu saya kawin siri karena keluarga tidak setuju," tutur Wulan seraya mengakui bahwa dirinya pernah memukul AP dengan gagang sapu dan gitar kecil.
Keberadaan gitar kecil di rumah mereka cukup janggal. Tapi kejanggalan itu sudah terjawab, karena ternyata Wulan tidak hanya sering menganiaya AP tapi setiap harinya dia juga menyuruh anaknya mengamen dengan gitar tersebut.
Wulan biasa meminta AP mengamen di kawasan Mangga Dua, Wonokromo. Tidak jarang pula ibu yang sudah kehilangan kasih sayang itu juga menyuruh AP mengamen di kawasan Wisata Religi Sunan Ampel.
Apa urusan teman Ibu turut menganiaya AP? Baca di halaman selanjutnya.
Kalau Wulan mengaku menganiaya AP untuk melampiaskan dendam pada keluarga kepada putrinya, lantas apa urusan Lipah turut menganiaya AP?
Lipah mengaku hubungannya dengan Wulan sudah seperti kakak adik. Karena mereka sudah berteman sejak kecil.
"Saya dan dia (Wulan) adik kakak sejak kecil, saya tinggal bertiga sama korban (AP)," kata Lipah.
Ketika ditanya, mengapa dirinya memukul AP? Lipah justru berdalih yang sering memukul AP adalah ibunya sendiri. Dia memukul AP hanya karena jengkel pernah diumpat.
"Yang sering (memukul) ibunya (Wulan). Kalau saya karena jengkel, dia misuhi (mengumpat) saya," kata dia.
Lipah mengakui dirinya memukul wajah AP dengan gitar kecil.
"Saya pukul wajahnya. Awalnya masih sadar dan sempat pipis ke kamar mandi, kok," kata dia.
Bukannya membela anaknya, saat itu Wulan malah menambah siksaan dengan memukul kepala belakang AP dengan gagang sapu hingga berdarah. Hingga bocah yang tak berdaya itu pun tumbang.
Kedua tersangka sempat membawa AP ke ke RSUD Dr Soewandhie, tapi nyawa gadis cilik tak berdosa itu telah melayang. Kepada dokter keduanya sempat mengarang cerita bahwa AP terjatuh dari tangga.
Meski demikian akhir tragis itu telah membebaskan gadis cilik itu dari siksaan oleh ibu kandungnya sendiri. Wulan ternyata telah melakukan penyiksaan sejak anaknya masih berusia 4 tahun. 2 tahun lamanya AP menjadi pelampiasan dendam kesumat ibu kandungnya sendiri, padahal bocah itu tak pernah meminta dilahirkan.
Kini sang Ibu dan temannya yang telah kehilangan kasih sayang itu harus berhadapan dengan hukum. Mereka dijerat dengan Undang-Undang 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan hingga mengakibatkan hilangnya nyawa. Keduanya terancam hukuman 20 tahun penjara.