Kasus tewasnya santri Ponpes Gontor berinisial AM (17) menemui titik terang. Dua pelaku yang merupakan mantan santri telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya yakni santri senior atau kakak kelas korban saat masih di Ponpes Gontor.
Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono menyebut, kedua mantan santri ini melakukan penganiayaan hingga korban meninggal dunia.
"MFA (18) asal Tanah Datar, Sumbar dan IH (17) asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung," ujar Catur kepada wartawan, Senin (12/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catur mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah melakukan penyelidikan dan melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. Ada 20-an saksi yang telah diperiksa.
"Saksi yang diperiksa 20 orang, terdiri dari 4 ustaz pondok, 4 santri, 3 dokter, 4 perawat dan bidan jaga, 2 petugas pemulasaraan jenazah, 2 keluarga korban, ahli forensik," imbuh Catur.
Sementara itu, Catur menerangkan, kematian santri asal Palembang ini bermula pada tanggal 11 dan 12 Agustus 2022. Saat itu, ada kegiatan perkemahan Kamis Jumat (Perkajum) di Desa Campursari, Sambit, Ponorogo. Kemudian, tanggal 18 dan 19 Agustus 2022 perkajum digelar di Desa Wilangan, Sambit.
Korban menghadiri semua Perkajum tersebut karena bertindak sebagai panitia. Pada Minggu (21/8), korban AM bersama dua rekannya, RM dan NS, mendapat surat panggilan dari pengurus perlengkapan pramuka, MFA.
"Senin 22 Agustus 2022 pukul 06.00 WIB, korban bersama rekannya menghadap ke ruang perlengkapan di lantai 3 pondok Gontor terkait evaluasi barang hilang dan rusak," terang Catur.
Kejinya dua pelaku saat aniaya korban hingga meninggal dunia, baca di halaman selanjutnya!
Detik-detik Meninggalnya Korban
Di lokasi pemanggilan, selain MFA ternyata juga ada IH. Korban dan dua rekannya kemudian dihukum dua seniornya tersebut. Tersangka memukul dengan tongkat pramuka pada bagian kaki korban dan melakukan pukulan tangan kosong ke bagian dada.
"Juga menendang ke bagian dada korban, akibatnya korban AM terjatuh dan tidak sadarkan diri," papar Catur.
Melihat kejadian tersebut, lanjut Catur, tersangka membawa korban dengan becak inventaris ke RS Yasyfin Darussalam Gontor. Setibanya di IGD, korban diterima petugas medis rumah sakit dan diperiksa.
"Setelah diperiksa, korban ternyata sudah meninggal dunia sekitar pukul 10.00 WIB, kemudian pihak pondok memberi kabar keluarga korban. Pukul 14.00 WIB, pihak pondok mengantar jenazah melalui jalur darat dari Ponorogo ke Palembang," imbuh Catur.
Pada Selasa (23/8), jenazah tiba di rumah duka. Lalu, saat keluarga membuka peti jenazah, didapati darah yang keluar dari mulut korban. Keluarga pun histeris dan memberi pernyataan untuk disampaikan ke pimpinan pondok.
"Minggu (4/9) kemudian viral usai diunggah di instagram Hotman Paris karena ibu korban tidak terima anaknya meninggal dunia," ujar Catur.
Sedangkan pada Senin (5/9) pukul 01.00 WIB, pihak pondok mendatangi Sat Reskrim Polres Ponorogo untuk melaporkan tindak pidana penganiayaan di dalam pondok yang dialami oleh AM.
Akhirnya, dua santri senior tersebut terancam hukuman hingga 15 tahun penjara.
Dua mantan santri tersebut dijerat dengan pasal Undang-undang perlindungan anak dan KUHPidana.
"Pasal yang dipersangkakan pasal 80 ayat (3) jo pasal 76c (UU Perlindungan Anak), pasal 170 ayat 2 (KUHP). Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 3 Miliar," ujar Catur.
Catur menambahkan ada 10 barang bukti yang diamankan dari insiden memilukan tersebut. Di antaranya ada 2 kaos oblong, 2 celana training, 1 unit becak, 2 patahan tongkat, 1 minyak kayu putih, 1 air gelas mineral, 1 buah rekaman CCTV RS Yasyfin Darussalam Gontor.