Sengkarut Konflik Lahan yang Menyulut Penyerangan Brutal Dusun Baban Jember

Sengkarut Konflik Lahan yang Menyulut Penyerangan Brutal Dusun Baban Jember

Yakub Mulyono - detikJatim
Senin, 08 Agu 2022 19:11 WIB
penyerangan mulyorejo silo jember
Mobil warga Dusun Baban Timur Jember yang dibakar. (Foto: Dok. Istimewa)
Jember -

Sengkarut konflik di Dusun Baban Timur, Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, Jember sudah berlangsung bertahun-tahun. Penyerangan brutal beberapa waktu lalu adalah puncak dari amarah yang telah dipendam. Bagai bara dalam sekam, pembakaran rumah dan kendaraan warga Dusun Baban Timur akhirnya membuka tabir betapa konflik itu sebenarnya tinggal menunggu waktu untuk meledak.

Kapolres Jember AKBP Herry Purnomo menyebut penyerangan sekelompok orang ke Dusun Baban Timur, Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, Jember merupakan akumulasi sejumlah permasalahan yang terjadi di daerah tersebut. Akar konflik tersebut dipicu persoalan lahan milik Perhutani yang kemudian dikelola warga dan ditanami kopi.

"Kalau kita melihat secara jeli, warga ini kan selama ini merambah kawasan-kawasan yang menjadi milik Perhutani," kata Herry, Senin (8/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kawasan itu oleh warga kemudian ditanami kopi. Sebagian besar yang menanam kopi di sana merupakan warga Dusun Baban Timur, Jember dan warga Desa Banyuanyar, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi. Meski saling berdekatan, namun Baban Timur dan Banyuanyar secara administrasi sudah berbeda kabupaten.

"Dalam perkembangannya, ada satu dua kelompok yang memanfaatkan situasi yang ada dan berupaya membuat rasa takut terhadap warga," imbuh Herry.

ADVERTISEMENT

Caranya, yakni dengan mencuri hasil panen kopi. Lalu juga terkadang pencurian ternak, bahkan penganiayaan. Setelah itu, kelompok ini kemudian menawarkan jasa pengamanan.

"Akibatnya, mereka bisa menarik upeti ke masyarakat yang bersedia untuk diamankan," ujar Herry.

Hanya saja, warga tidak pernah melaporkan kondisi tersebut ke polisi. Ketika ada masalah, mereka cenderung menyelesaikan masalah sendiri. Tanpa ada koordinasi dengan pihak kepolisian.

"Karena memang secara geografis, lokasi warga itu memang sangat sulit untuk dijangkau. Yang pertama karena memang daerahnya daerah perkebunan, jalannya masih jalan tanah. Aksesnya sangat sulit sekali untuk kendaraan roda empat," terang Herry.

"Dari polsek saja itu ke lokasi membutuhkan waktu kurang lebiih 2 jam. Itu baru sampai di (Padukuhan) Dampikrejonya. Belum ke Patungrejo. Untuk ke sana butuh waktu satu jam lagi. Itu menggunakan roda dua. Kalau roda empat, lebih lama lagi," Herry melanjutkan.

Banyak warga bungkam karena takut intimidasi. Baca di halaman selanjutnya.

Selain itu, tambah Herry, jarak antarrumah warga juga saling berjauhan. Sehingga, kekuatan mereka juga tidak bisa berkumpul ketika ada intimidasi.

"Mereka tidak punya power untuk menolak adanya pungli yang disertai intimidasi. Dan jika nantinya ada yang melapor ke polisi, kelompok ini akan mendatangi rumah pelapor dan melakukan pengancaman, bahkan penganiayaan ke warga yang melapor tadi. Kondisi inilah yang membatasi warga untuk menyuarakan apa yang yang terjadi di wilayah tersebut," ungkap Herry.

Masalah-masalah tersebut, menurut Herry, sudah berlangsung sangat lama. Bertahun-tahun. Puncaknya adalah peristiwa penganiayaan yang menimpa warga Banyuanyar, Kalibaru. Pelakunya adalah warga Padukuhan Patungrejo, Dusun Baban Timur.

Penganiayaan ini menjadi pemicu aksi penyerangan dan pembakaran sejumlah rumah warga Padukuhan Patungrejo dan Dampikrejo di Dusun Baban Timur. Bahkan, aksi pembakaran itu terjadi 4 kali.

"Untuk rumah-rumah yang dibakar itu, ada beberapa rumah yang memang sudah ditargetkan oleh para pelaku (penyerangan). Rumah yang ditargetkan tadi salah satunya rumah yang penghuninya melakukan penganiayaan. Juga rumah yang pemiliknya selama ini melakukan pungli," kata Herry.

Polisi sendiri, tegas Herry, akan mengusut tuntas dan memproses hukum tiap tindakan kriminal yang terjadi di tempat itu. Baik tentang tindakan pembakaran rumah, maupun tindakan premanisme yang terjadi di sana.

"Untuk kasus pembakaran, kami sudah tetapkan sembilan tersangka. Delapan orang warga Kalibaru dan satu warga Sokabanah, Madura. Kami juga terus memburu tersangka lain yang masih buron," katanya.

Demikian juga mengenai kasus premanisme. Polisi sudah menetapkan 6 tersangka terkait kasus tersebut. Bahkan, polisi memasukkan mereka dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Mereka kami masukkan DPO karena sekarang ini tidak berada di rumahnya. Mereka lari ketika rumahnya dibakar oleh pelaku penyerangan," tukas Herry.

Halaman 2 dari 2
(dte/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads