Sidang pembacaan tuntutan Bos Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Julianto Eka Putra alias JE di Pengadilan Negeri (PN) Malang diwarnai spanduk protes. Namun, bukan protes terhadap kasus yang menjerat terdakwa. Spanduk itu justru berisi tulisan menolak demo.
Sejumlah sepanduk bewarna putih yang terbentang bertuliskan 'Kami warga menolak aksi di sini' dan 'Peringatan kami warga merasa terganggu'. Menariknya sepanduk tersebut berdiri di antara sepanduk tuntutan terhadap kekerasan seksual.
Menanggapi sepanduk penolakan demo itu, Ketua LPA Kota Batu Fuad Dwiyono menyampaikan, sejauh ini demo yang kerap mewarnai persidangan JE berlangsung kondusif. Selama ini mereka selalu berusaha untuk mematuhi aturan dan tidak mengganggu warga sekitar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami kan sudah antisipasi juga, ada di bahu jalan, suara juga kecil. Kalau persoalan itu dianggap mengganggu, saya pikir mereka punya kepentingan yang kami juga tidak tau," ujarnya kepada awak media, Rabu (27/7/2022).
Menurut Fuad, penolakan demo itu tidak berasal dari keinginan seluruh warga, tapi hanya beberapa orang saja. Meski begitu, pihaknya akan terus memperjuangkan agar terdakwa bisa mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
"Kami akan lihat bahwa hukum di Indonesia bisa ditegakkan atau tidak. Ini adalah salah satu bentuk pertaruhan, apakah hakim benar-benar bijak dan berdasarkan hati nurani terkait kasus pelecehan seksual di SPI ini. Apakah terdakwa justru akan bebas?" tuturnya.
Selain kekerasan seksual, Fuad juga menyoroti dugaan eksploitasi ekonomi yang terjadi di SMA SPI Kota Batu. Pihaknya akan turut mengawal adanya dugaan eksploitasi ekonomi tersebut.
"Misalkan (terdakwa) dihukum 10 atau 5 tahun, kami akan terima. Tapi kami ada jilid 2 yaitu kejahatan eksploitasi ekonomi dan kekerasan fisik," tandasnya.
(dte/dte)