Surabaya -
Penasihat Hukum Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42), I Gede Pasek Suardika mengaku keberatan sidang online yang digelar. Hal ini memudahkan dirinya berkoordinasi dengan terdakwa. Pasalnya, Mas Bechi berada di Rutan Klas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.
Gede Pasek menilai, sidang offline akan lebih menarik dan gamblang. Sebab, pihaknya akan lebih mudah bertanya langsung ke Mas Bechi selama sidang berlangsung
"Kalau sidang offline, akan menarik," kata Gede Pasek kepada detikJatim, Selasa (19/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila sidang offline bisa digelar, dia mengaku akan menjamin berlangsung aman dan lancar. Bahkan, dia menjamin massa dari Mas Bechi tidak akan melakukan aksi.
"Tidak akan ada itu (massa), kita jaminlah ndak ada," ujarnya.
Gede menegaskan, sidang online menyebabkan pihaknya kesulitan untuk melakukan pembelaan. Terlebih, ada noise suara di tempat Mas Bechi berada saat sidang.
"Bagaimana pembelaan bisa maksimal. Kalau beliau ada di sebelah kita kan setiap penjelasan kita bisa langsung konfirmasi, kalau begini kan kita dihalangi, termasuk BAP pun tidak bisa kita dapatkan," tuturnya.
Sebelumnya permintaan sidang secara terbuka dan offline ini juga dibenarkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim Mia Amiati. Mia mengatakan, permintaan ini harus diajukan secara resmi dan tertulis kepada majelis hakim.
"Ada (permintaan sidang terbuka dan offline) dari penasihat hukum, disampaikan tadi, harus diajukan secara tertulis sesuai aturan dari majelis," kata Mia.
Mia menyebut pengacara Mas Bechi meminta sidang digelar offline dan terbuka karena mengaku cukup kesulitan saat berkoordinasi dengan terdakwa.
"Yang kami tangkap tadi alasannya kurang bisa koordinasi dengan terdakwa," imbuhnya.
Mas Bechi didakwa pasal berlapis. Ada pasal yang mengatur soal tindak pidana pencabulan hingga pemerkosaan.
"Kami mendakwa dengan pasal berlapis dengan dakwaan alternatif. Yang pertama pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun, 289 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman maksimal 9 tahun, dan pasal 294 KUHP ayat kedua dengan ancaman hukuman 7 tahun juncto pasal 65 ayat 1 KUHP," imbuh Mia.