Polisi benar-benar memberikan perlindungan santri, saksi dan korban pencabulan-pemerkosaan di Banyuwangi. Hal ini menyusul laporan aksi teror yang dilakukan orang tak dikenal.
Kasat Reserse Kriminal Polresta Banyuwangi Kompol Agus Sobarna Praja membenarkan adanya laporan aksi teror oknum tak bertanggung jawab kepada para santri yang merupakan saksi dan korban pencabulan dan pemerkosaan oknum pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren di Banyuwangi.
"Benar kita mendapatkan laporan dari keluarga korban. Ada teror telepon hingga membentuk grup wa," ujarnya kepada detikJatim, Jumat (1/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait laporan tersebut, kata Agus, pihaknya kemudian melakukan koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Mereka adalah pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya pemberdayaan perempuan di berbagai bidang pembangunan, serta perlindungan perempuan dan anak dari berbagai jenis diskriminasi dan tindak kekerasan, termasuk perdagangan orang, yang dibentuk oleh pemerintah atau berbasis masyarakat.
"Kita juga berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), lembaga yang menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban," tegasnya.
"Saat ini para korban sudah dalam pengawasan dua lembaga ini. Sehingga tidak perlu khawatir lagi," tambahnya.
Untuk saat ini, kata Agus, pihaknya telah memeriksa saksi tambahan. Total ada 12 saksi yang sudah diperiksa. Sementara barang bukyi pun juga sudah di kumpulkan. Salah satunya adalah hasil visum et repertum (VER).
"Tinggal memanggil terlapor. Kemarin kita panggil pertama tidak hadir. Besok (Jumat) kita panggil lagi. Jika tidak hadir maka akan kita jemput paksa," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, korban aksi pencabulan dan pemerkosaan oleh pengasuh Ponpes di Banyuwangi mendapatkan teror oleh orang tak dikenal. Mereka diancam dan diminta untuk mencabut pelaporan kasus pencabulan dan pemerkosaan santri tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh S, salah satu keluarga korban santri oleh pengasuh sekaligus pimpinan pondok pesantren.
Menurut S, para korban dan santri mendapatkan teror dari orang yang mengaku pengacara, untuk memikirkan kembali pelaporan tersebut. Teror itu dilakukan melalui telepon aplikasi WhatsApp.
"Jadi mereka ini di japri satu per satu ditelpon lewat WA. Mereka diminta berpikir kembali pelaporan itu. Kalau pakai telepon WA kan tidak bisa direkam," ujarnya kepada detikJatim, Senin (27/6/2022).
Tak hanya itu, para korban dan santri lainnya juga dimasukkan dalam WA Grup. Mereka pun juga diintimidasi agar mencabut pelaporan itu.
"Memang tidak langsung meminta. Tapi sedikit menakuti dengan nada halus. Kalimatnya begini, kalau nantinya pelaporan itu tidak terbukti nanti Kiai akan melaporkan balik pencemaran nama baik. Akhirnya sebagian keluarga korban ini marah dan grup kemudian dibubarkan oleh orang yang ngaku pengacara itu," tambahnya.
S mengaku ada 2 orang yang mengaku pengacara dan menakut-nakuti keluarga korban. Dua orang itu silih berganti menelepon para korban secara japri maupun wa grup.
"Sama keluarga korban langsung di tolak dan tidak mau komunikasi lagi," tambahnya.
(fat/fat)